Kau senja
Yang memberi indah di hampir setiap elok mata
Lalu tanpa risau
Kau tenggelam begitu saja
Jauh tinggalkan langit sore yang membiak jingga di ujung barat
Kau petang yang samar
Untuk kuselami
Sulit untukku mengira perihal dirimu
Perihal semua semua yang ada pada dirimu
Berhentilah bersandiwara
Jika kau, yang kau ingin adalah damai
Berdiamlah sejenak
Agar kita dapat berbincang lebih lama
Perkara hatiku dan perasaanmu
Sajak “Peninggalan Senja” yang ditulis Eviana Hasan, mahasiswi Universitas Halu Ole, Kendari, itu begitu “galau” sekaligus melukiskan suasana senja di Teluk Kendari. Andai saja suatu saat Anda mengunjungi Kendari, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara ini, keindahan bentang alam Teluk Kendari begitu memesona.
Baca juga: Asal-usul Nama dan Sejarah Kota Kendari
Belum lagi keagungan Masjid Al Alam dan Jembatan Bahteramas menambah keelokan kota seluas 271,8 kilometer persegi tersebut. Kota terluas dari seluruh ibu kota provinsi yang ada di Sulawesi.
Jika menapak di Kawasan Kasilampe, latar belakang kita adalah Jembatan Bahteramas yang mirip dengan Jembatan Golden Gate di San Fransisco, AS. Demikian pula jika menjejak daerah Poasia, di seberang teluk membentang perbukitan Kota Lama di belakang areal Kendari Beach.
Betapa sempurna keindahan lanskap Kota Kendari, sehingga tidak salah jika Jacques Nicholas Vosmaer yang diberi tugas oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda tahun 1828 begitu mengagumi keelokkan Kendari.
Vosmaer mendapat titah untuk membuat peta dan diminta membangun istana raja Suku Tolaki pada 9 Mei 1831. Setiap tanggal 9 Mei akhirnya dipilih sebagai hari jadi Kota Kendari karena dianggap sebagai titik awal perkembangan Kendari menjadi kota pusat pemerintahan dan perdagangan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.