Lokananta ikut mengalami pasang surut kemajuan musik di tanah air.
Pada 1972, produksi audio mulai beralih dari piringan hitam ke kaset. Dan sejak 1983 membentuk unit penggandaan film dalam format pita magnetik Betamax dan VHS.
Pada dekade 1970-an hingga 1980-an, Lokananta berjaya sebagai sentra produksi rekaman audio kaset dan penggandaan film terbesar di Indonesia.
Tahun 1999, menjadi momentum senjakala bagi Lokananta.
Tepatnya ketika makin banyak rekaman audio dilakukan format CD dan kaset mulai ditinggalkan. Sejak 2004, perusahaan rekaman ini diambil alih Perum Percetakan Negara RI.
Baca juga: Mengenang Jejak Glenn Fredly di Studio Rekaman Lokananta Solo...
Nama barunya menjadi PNRI Cabang Surakarta-Lokananta.
Lokananta bukan sekadar studio rekaman. Tempat ini adalah sebuah lorong waktu musik Indonesia dari zaman ke zaman.
Di dalam bangunan utama Lokananta, tersimpan rapi koleksi 53.000 piringan hitam dalam rak-rak besi di ruang berpendingin udara yang diatur khusus suhunya.
Masih ada 5.670 master rekaman lagu daerah serta pidato-pidato pembakar semangat dari Presiden Soekarno.
Tersimpan juga master suara asli Soekarno ketika membacakan Proklamasi dan master rekaman lagu kebangsaan Indonesia Raya yang pertama kali dinyanyikan. Semua diletakkan dalam lemari baja khusus.
Baca juga: Kisah Asmara Orangtua Sukarno, Guru Soekemi yang Jatuh Cinta Pada Gadis Bali
Ada pelantang suara merek ternama, yakni JBL dengan teknologi terbaik satu-satunya di dunia.
Alat mixing perekam suaranya hanya bisa ditandingi oleh studio milik BBC di London.
Bahkan fasilitas rekaman di Lokananta bisa dibilang jauh lebih baik dari Studio Abbey Road di Liverpool, yang biasa menjadi langganan The Beatles untuk merekam lagu-lagu mereka.
Untuk melindungi aset berharga di dalamnya yang bernilai sejarah, Pemerintah Kota Surakarta pun menetapkan Lokananta sebagai cagar budaya.
Baca juga: Sosok Husein Mutahar, Ajudan Soekarno yang Juga Pencipta Lagu Hari Merdeka
Ini sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas Tata Ruang Kota nomor 646/40/I/2014 tentang Penetapan Bangunan Cagar Budaya. Penetapannya dilandasi Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Langkah digitalisasi pun dilakukan pengelola Lokananta terhadap semua koleksi piringan hitam agar tak lekang oleh waktu.
Perkembangan teknologi pula yang memaksa Lokananta tak lagi memproduksi kaset dari musisi-musisi di tanah air.
Namun pengelola Lokananta tak putus harapan untuk terus menghidupkan studio rekaman tertua di Indonesia itu.
Baca juga: Kisah Soekarno Jalani Pembuangan di Ende
Mereka menggandeng sebuah perusahaan startup Langit Musik untuk menyimpan ribuan koleksi Lokananta agar tetap dapat dinikmati masyarakat.
Langkah serupa juga dilakukan lewat aplikasi-aplikasi musik terkemuka, semisal Joox, Spotify, Deezer, atau Youtube dan lain sebagainya.
Lokananta bersama Gita Bahana Nusantara juga merekam ulang Indonesia Raya versi tiga stanza aransemen Josef Cleber, pada 20 Mei 2017.
Menurut salah satu staf Lokananta, Sriyono Ali Maskhuri, sejumlah musisi nasional masa kini ikut tergerak menghidupkan kembali Lokananta dengan merekam lagu-lagu mereka di sana.
"Sebagian dari mereka juga mempercayakan Lokananta untuk memproduksi kasetnya," katanya.
Baca juga: Hari-hari Soekarno di Penjara Sukamiskin
Hal itu dilakukan oleh Slank, Burgerkill, White Shoes & The Couples Company, dan Pandai Besi.
Bahkan dua musisi yang kini sudah tiada, Glenn Fredly dan Didi Kempot, pernah menggelar konser dari studio canggih Lokananta dan ditonton ratusan ribu orang lewat aplikasi digital berbayar.
Konser itu memberi pendapatan hingga miliaran rupiah dan sebagian hasilnya disumbangkan untuk membantu penanganan Covid-19.
Baca juga: Saat Soekarno Ditangkap di Solo dan Dijebloskan di Penjara Banceuy...