Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Membangun SDM Papua

Kompas.com - 25/08/2022, 14:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KABUPATEN Nduga di Provinsi Papua Pegunungan (disahkan 30 Juni 2022) adalah daerah yang perlu mendapat perhatian. Pada 16 Juli 2022 lalu, 11 orang tewas diserang Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di empat lokasi berbeda di distrik/kecamatan Kenyam, Kabupaten Nduga.

Kejadian itu adalah yang kesekian kali dari serangan berdarah di Nduga. Kejadian terbesar adalah pada 2 Desember 2018, ketika terjadi penembakan terhadap belasan pekerja pembangunan jembatan di distrik Yigi. Aparat TNI dikerahkan untuk memulihkan keamanan.

Penduduk mengungsi ke pedalaman dan ke daerah-daerah lain untuk menghindari baku tembak antara TNI dan KKB.

Pekerjaan membangun jalan Trans Papua antara Wamena-Mumugu sepanjang 278,6 km pun terpaksa dihentikan.

Warga yang mengungsi banyak yang kemudian meninggal karena kelaparan dan penyakit. Jumlahnya mencapai 53 hingga 139 orang, tergantung sumber data. Sedang yang mengungsi diperkirakan sebanyak 2.000-5.000 orang.

Jauh Tertinggal

Masyarakat Kabupaten Nduga memang kurang beruntung. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) hanya 32,84 pada 2021, terendah di Indonesia. Hal ini terjadi karena pelayanan pendidikan dan kesehatan amat terbatas.

Di Kabupaten Nduga dengan 32 distrik/kecamatan dan 248 kampung/desa hanya ada 3 TK, 32 SD, 7 SMP, 2 SMA dan 1 SMK. Dengan jumlah penduduk 107.000 jiwa, jumlah dan persebaran fasilitas pendidikan itu kurang mencukupi.

Pelayanan kesehatan juga cukup sulit diperoleh warga, karena jumlah tenaga kesehatan yang terbatas (3 dokter se-kabupaten Nduga pada 2021), dan tidak setiap kecamatan memiliki puskesmas.

Permukiman yang tersebar di wilayah kabupaten seluas 13.000 km2, dengan topografi yang bergunung, dan sarana transportasi terbatas menambah kesulitan warga untuk mendatangi puskesmas, apalagi rumah sakit daerah, ketika sakit.

Sarana permukiman dasar seperti listrik, air bersih, dan jamban adalah barang langka; hanya sebagian kecil penduduk yang menikmati.

Sebagian warga menjual hasil bumi di pinggir jalan, tanpa meja dan atap. Di era serba digital saat ini, penduduk Kabupaten Nduga menunjukkan kehidupan yang teramat sederhana, kontras dengan keadaan di daerah Indonesia lain pada umumnya.

Namun Kabupaten Nduga bukan kekecualian. Beberapa kabupaten di Provinsi-provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan kondisinya serupa. Demikian juga dengan beberapa kabupaten di Provinsi-provinsi Papua dan Papua Barat.

Pendekatan kesejahteraan

Membangun Papua tentulah perlu ditekankan pada dua hal pokok pembentuk kesejahteraan penduduk, yaitu kesehatan dan pendidikan.

Untuk meningkatkan akses penduduk pada pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan perlu diperbanyak. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menambah jumlah dokter dan tenaga medis lain.

Penghasilan yang baik perlu diberikan sebagai balas jasa untuk tenaga medis yang bersedia bekerja di daerah terpencil. Dokter tentara dapat dimobilisasi untuk mengisi kekurangan dokter sipil.

Selanjutnya pendidikan kedokteran dan keperawatan untuk orang Papua, baik asli maupun pendatang lama, perlu ditingkatkan.

Dalam waktu 5-10 tahun diharapkan setiap puskesmas di semua distrik sudah memiliki minimal seorang dokter tetap.

Pembangunan rumah sakit daerah dan puskesmas sesuai standar perlu dilakukan segera, mengingat kebutuhan yang mendesak.

Peningkatan SDM orang asli Papua mutlak perlu dipercepat untuk mengisi kebutuhan tenaga terampil di berbagai sektor lapangan kerja, khususnya sektor pertanian dan pertambangan, sesuai potensi daerah.

Guru-guru perlu didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia dengan imbalan gaji yang menarik.

Para mahasiswa Papua yang sedang bersekolah di luar Papua wajib secara moral untuk mengajar di daerah-daerah tertinggal di perdesaan Papua untuk setidaknya setengah tahun lamanya.

Lembaga-lembaga pendidikan dari institusi keagamaan dan komunitas lokal seperti sanggar-sanggar seni perlu diperankan secara optimal.

Bersamaan dengan pengerahan tenaga pendidik tersebut, pembangunan sekolah-sekolah perlu dilakukan, sesuai proyeksi kebutuhannya. Upaya-upaya inovatif lain perlu digali dan dilakukan untuk memajukan SDM orang asli Papua.

Dukungan Pusat

Besarnya dana Otsus kedua tidak bisa lagi digunakan tanpa perencanaan dan pengawasan yang ketat.

Perencanaan pengembangan SDM dilakukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten dengan pengarahan oleh Dinas Pendidikan provinsi dan Kemdikbud Ristek.

Pengawasan penggunaan anggaran dilakukan oleh BPKP dengan lebih serius dari masa sebelum ini. BPK dan KPK juga harus mengawasi penggunaan dana Otsus yang semakin besar dengan lebih tajam.

Evaluasi hasil-hasil pembangunan secara kritis perlu terus dilakukan oleh lembaga riset pemerintah seperti LIPI (sekarang BRIN) dan perguruan tinggi di Papua, dan dipublikasikan secara luas.

Daripada dilakukan dan digaungkan oleh peneliti asing, dengan tujuan yang tidak diketahui, lebih baik diungkapkan oleh peneliti nasional dan lokal, secara ilmiah dan apa adanya, untuk kepentingan memajukan orang asli Papua.

Kapasitas lembaga perencanaan di tingkat kabupaten dan provinsi-provinsi baru perlu ditingkatkan dengan pendampingan oleh Bappeda Provinsi dan Bappenas.

Karena kementerian/lembaga tingkat pusat juga mempunyai kegiatan di semua provinsi, maka koordinasi dan kerjasama antarinstansi dan antarpemerintahan perlu lebih sistematik dilakukan.

Badan khusus Papua yang dipimpin Wakil Presiden menjadi cukup strategis untuk mencegah kekosongan dan duplikasi dana Otsus dan dana-dana APBN lain.

Penting untuk dilakukan adalah pelibatan masyarakat yang diwakili oleh antara lain Lembaga Masyarakat Adat tingkat provinsi dan kabupaten dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan.

Keamanan, HAM dan Politik

Peningkatan kesejahteraan rakyat Papua membutuhkan kondisi keamanan yang stabil sepanjang waktu. Untuk itu sudah tepat pengutamaan pendekatan kesejahteraan disertai operasi teritorial, bukan operasi tempur, yang akan dilakukan pemerintah.

Ini artinya akan lebih banyak tentara dari Kodam yang akan mendukung tugas keamanan dan ketertiban masyarakat dari kepolisian daerah.

Kekurangan personel tentunya akan diatasi dengan melatih orang asli Papua untuk menjadi tentara cadangan yang akan diaktifkan sesuai kebutuhan.

Sesuai janji Presiden Jokowi pada 2014, Kejaksaan Agung saat ini telah memroses penyidikan kasus pelanggaran HAM di Paniai Desember 2014.

Dua belas kasus pelanggaran HAM berat lain perlu segera disidangkan. Betapa beratnya pun tugas ini, lebih baik tetap dilaksanakan untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah.

Jika kepercayaan telah ada, maka rakyat akan ikut serta terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan pemerintah tanpa ragu-ragu, dan tidak menjadi mudah untuk dipengaruhi oleh aktor-aktor pro-kemerdekaan Papua.

Ajakan untuk dialog antara pemerintah dengan kelompok pro-kemerdekaan sebagaimana diusulkan berbagai pihak tidak perlu dilayani jika tidak terkait dengan peningkatan kesejahteraan orang asli Papua secara signifikan.

Kampanye referendum sangat mungkin akan sirna dengan menyatunya warga asli Papua dengan warga daerah lain. Indonesia adalah juga milik orang asli Papua.

Namun para aktor pro-kemerdekaan Papua di dalam dan luar negeri berpotensi mendapat dukungan luas jika kejadian seperti wabah campak dan gizi buruk yang menyebabkan banyak anak meninggal di Kabupaten Asmat pada 2018 terulang kembali.

Pemerintah pusat dan daerah perlu lebih tajam memantau kondisi kesehatan masyarakat di daerah-daerah terpencil.

Bagi Presiden Jokowi tersedia dua tahun lagi untuk memenuhi komitmennya membangun tanah dan rakyat Papua.

Pembangunan infrastruktur skala besar perlu dikesampingkan dahulu, diganti dengan menggenjot pembangunan SDM, di bidang kesehatan dan pendidikan, kemudian permukiman dan kebudayaan, dan seterusnya.

Presiden-presiden berikutnya harus melanjutkan pembangunan multidimensi secara terprogram, termasuk meneruskan pembangunan infrastruktur perhubungan dan digital, agar orang asli Papua dapat ikut serta menikmati era Indonesia Emas pada 2045 dan seterusnya.-

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com