Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baru Ditandatangani Menteri LHK, Status Burung Maleo Senkawor dalam SK LHK Berbeda dengan Kondisi Terkini

Kompas.com - 20/08/2022, 08:27 WIB
Rosyid A Azhar ,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com – Diduga terlalu lama mengendap di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) burung maleo senkawor (Macrocephalon maleo) yang baru dikeluarkan sudah tidak mutakhir lagi.

Dalam lampiran surat keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada 27 Januari 2022, pada bab 1 pendahuluan bagian latar belakang disebutkan maleo senkawor (Macrocephalon maleo) masuk kategori genting (Endangered-EN) berdasar kriteria The International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena penurunan populasi.

Populasi burung maleo senkowar diperkirakan akan menurun berdasarkan tingkat penurunan kualitas habitat, dikombinasikan dengan fakta bahwa maleo senkawor memiliki populasi kecil dan habitatnya mengalami fragmentasi. Populasi global diperkirakan ada 8.000-14.000 individu dewasa.

Namun, status maleo senkowar dalam SK Menteri LHK itu berbeda dengan kondisi saat ini.

Baca juga: KLHK Keluarkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Maleo Senkawor

 

Pada laman Birdlife International dituliskan pada tahun 2021 status maleo senkawor sudah masuk Critically Endangered (CR) atau terancam punah, demikian juga yang tertulis di laman IUCN.

Perbedaan status satwa endemik Sulawesi dan pulau satelitnya di Birdlife International dan IUCN ini diduga karena lamanya proses administrasi dan birokrasi penerbitan surat keputusan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kemungkinan saat inisiasi awal SRAK status maleo masih EN. Kemudian saat penilaian terbaru IUCN terhadap Maleo (11/8/2021) statusnya berubah ke CR, sementara di dokumen SRAK terlewatkan untuk merevisi sesuai dengan penilaian terakhir,” kata Onrizal dosen ekologi hutan dan konservasi biodiversitas Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU), Sabtu (20/8/2022).

Ferry Hasudungan Biodiversity Conservation Specialist Burung Indonesia menilai perbedaan status maleo ini akibat proses penyusunan SRAK yang panjang dan lama. Sehingga saat diproses di biro hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak sempat lagi melibatkan tim penyusun untuk berembuk saat ada perubahan.

Baca juga: Pembangunan Tempat Wisata dan Kebun Sawit Sebabkan Populasi Burung Maleo di Sulbar Terancam Punah

Proses awal penyusunan SRAK Maleo yang melibatkan para pihak dari seluruh Indonesia dimulai sejak 2017 saat status burung maleo masih berstatus endangered (EN). Diduga dalam proses panjang penyusunan naskah hingga ditandatangani Menteri LHK Siti Nurbaya pada Januari 2022 para pihak yang terlibat sudah tidak memutahirkan data status satwa ini.

Sebelumnya diberitakan pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan surat keputusan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) burung maleo senkawor.

Sejumlah penggiat lingkungan menilai proses penyusunan SRAK yang membutuhkan waktu beberapa tahun ini memiliki potensi masalah saat ada perubahan di luar yang tidak diakomodasi dalam surat keputusan. Beberapa hal dan informasi satwa ini menjadi tidak mutakhir lagi, sehingga target yang telah ditetapkan bisa bergeser. Kondisi ini bisa terjadi pada SK SRAK lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Remaja di Kupang Tikam Seorang Pria karena Dianiaya Saat Melintas di Acara Pesta Ulang Tahun

Regional
Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Berendam di Pemandian Air Panas, Warga Ambarawa Meninggal Usai Membasahi Kaki

Regional
Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Ikut Penjaringan Pilkada di Empat Partai, Sekda Semarang: Kehendak Semesta

Regional
Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Perayaan Waisak, Ada Pelarungan Pelita di Sekitar Candi Borobudur

Regional
Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Goa Garunggang di Bogor: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Longsor di Maluku Tengah, Satu Rumah Warga Ambruk

Regional
Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata Mereka

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Saat Angka Kasus Stunting di Kendal Naik 4,9 Persen...

Saat Angka Kasus Stunting di Kendal Naik 4,9 Persen...

Regional
MK Tolak Permohonan PHPU, KPU Banyumas Segera Tetapkan Caleg Terpilih

MK Tolak Permohonan PHPU, KPU Banyumas Segera Tetapkan Caleg Terpilih

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com