"Kalau dilihat nilai ekonomisnya tanah 3.000 meter persegi itu di zona merah. Sedangkan penggantinya 2.800 meter persegi luasannya sudah berkurang itu di zona hijau," ungkapnya.
"Jadi kalau dihitung secara ekonomis kita tahu pelepasannya 2017 membelinya Rp 800 juta yang 2.800 meter persegi. Sementara kalau diasumsikan Rp 1 juta per meter persegi yang 3.000 meter persegi ini harganya sudah Rp 1,5 juta - Rp 2 juta per meter persegi.
Kalau Rp 1 juta per meter persegi saja sudah Rp 3 miliar jadi ada selisih Rp 2,2 miliar. Sebenarnya pemerintah desa kehilangan (aset itu)," kata dia.
Herdis menyampaikan permasalahan itu juga membuat kepala dusun melaporkan balik kepala desa Gedangan ke Polres Sukoharjo dengan tuduhan pemerasan dan pencemaran nama baik.
"Kejadian ini kemudian dilaporkan oleh yang bersangkutan bahwa itu dianggap pemerasan. Mungkin itu yang diistilahkan saling melaporkan. Tapi berbeda. Satu melaporkan ke Polres dalam substansi pemerasan kemudian yang di Kejaksaan berkaitan dengan pengalihan asetnya," ungkap Herdis.
Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Sukoharjo AKP Teguh Prasetyo membenarkan adanya laporan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh kepala dusun Desa Gedangan. Adapun laporan itu diterima pada Mei 2022.
"Kami masih klarifikasi terkait aduan pemerasan," ungkap dia.
Teguh mengatakan sudah ada 14 orang yang dimintai klarifikasi terkait laporan dugaan pemerasan tersebut.
"Sementara sudah klarifikasi 14 orang," ungkap Teguh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.