KOMPAS.com - Suku Buton menjadi perhatian setelah Presiden Jokowi mengenakan baju Dolomani pada upacara Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2022 di Istana Negara.
Suku Buton adalah sekelompok masyarakat asli yang mendiami Pulau Buton di Sulawesi Tenggara.
Baca juga: Tradisi Suku Buton, Keriaan Pekande-kandea
Diketahui baju Dolomani merupakan baju adat kebesaran yang kerap dikenakan Sultan Buton saat menghadiri acara resmi.
Baca juga: Ibu Negara Iriana Juga Kenakan Baju Adat Buton pada HUT Ke-77 RI, Didominasi Warna Biru
Pada zaman dulu Pulau Buton memang sempat berada di bawah kekuasaan Kesultanan Wolio-Buton.
Baca juga: Dolomani, Baju Adat Buton yang Dipakai Jokowi di HUT Ke-77 RI, Didominasi Warna Merah
Selain keindahan baju adatnya, ternyata suku Buton menyimpan beberapa fakta menarik yang dapat Anda simak.
Salah satu keunikan suku Buton adalah sebagian kecil masyarakatnya memiliki mata berwarna biru cerah.
Uniknya, beberapa penduduknya hanya memiliki satu mata biru, sementara mata sebelahnya tetap berwarna coklat.
Warna mata biru cerah tersebut ternyata didapat dari sindrom Waardenburg yaitu mutasi genetik yang mempengaruhi warna mata.
Selain itu, sindrom ini juga menyebabkan hilang atau melemahnya kemampuan pendengaran.
Nenek moyang suku Buton merupakan imigran yang datang dari wilayah Johor pada sekitar abad ke-15.
Selanjutnya mereka mendirikan Kesultanan Buton di Baubau, Sulawesi Tenggara antara abad ke-16 hingga abad ke-20.
Keruntuhannya terjadi pasca munculnya konflik internal kerajaan, dan makin melemah ketika sultan terakhirnya wafat pada tahun 1960.
Setelah itu Kesultanan Buton bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Suku Buton menganut sistem kasta yang hanya diterapkan pada tata pemerintahan dan keagamaan saja.
Kasta tersebut adalah Kaomu (bangsawan keturunan raja atau sultan), Walaka (pejabat kerajaan keturunan kerajaan), Papara (pejabat dari rakyat biasa), dan Babatua (budak).
Ada juga kasta Analaki dan Limbo (kasta Kaomu dan Walaka yang diturunkan derajatnya karena melakukan kesalahan).
Sesuai pelaksanaannya, tradisi Pedole-dole dalam bahasa Buton berarti diguling-gulingkan.
Balita atau anak yang menjalani ritual pengobatan ini akan diguling-gulingkan di atas daun pisang yang diberi minyak kelapa hingga seluruh tubuhnya dilumuri minyak.
Pedole-dole bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak, sehingga disebut cara imunisasi tradisional.
Benteng Keraton Buton atau Benteng Wolio merupakan warisan sejarah yang mulai dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III yang bernama La Sangaji.
Susunan batu kapur yang tadinya menjadi pembatas antara kompleks instan dengan perkampungan tersebut menjadi pelindung Kesultanan Buton dari serangan musuh.
Benteng Keraton Buton seluas 23,375 hektar dengan keliling 2.740 meterini menyandang rekor benteng terluas di dunia versi Guinness World Record.
Sumber:
disparsultra.id
kebudayaan.butonkab.go.id
kaltim.tribunnews.com
kompas.com (Penulis | Editor : Ulfa Arieza)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.