Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Mengimplementasi Pendidikan Khas Ke-Jogja-an

Kompas.com - 26/07/2022, 13:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Nilai-nilai filosofi dapat dirumuskan dengan argumen logis dan konsisten terhadap nilai dasar dan nilai instrumentalnya.

Tetapi, jika rumusan nilai praksisnya tidak dapat diaktualisasikan, maka filosofi itu akan kehilangan legitimasi.

Modal penerapan pendidikan Ke-Jogja-an

Penerapan pendidikan khas Ke-Jogja-an, memiliki modal awal dan utama, yakni realitas kebudayaan yang hadir di Yogyakarta sebagai suatu kebudayaan yang hidup (living culture) dan berkembang dari dulu-kini-nanti.

Kebudayaan itu didukung oleh sinergi tiga aktor utama (3K), yaitu “Kraton/Kaprajan, Kampus, dan Kampung”, layaknya sebuah bangun Triple-Helix model Yogyakarta.

Ketiga aktor itu kemudian menjadi pilar penyangga utama pendidikan khas Ke-Jogja-an.

Mengapa Kraton dan Kaprajan (Pemerintahan) disatukan, karena berdasarkan UU Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012, kedua entitas itu bagaikan Dwi-Tunggal yang tak terpisahkan.

Dalam perkembangannya, kerja sama sinergis 3K itu ditambahkan dengan unsur komunitas profesional menjadi 4K (Kraton/Kaprajan, Kampus, Kampung, dan Komunitas Profesional).

Sementara dari Kraton kita mengenal sejumlah nilai-nilai filosofi (core-beliefs) dan nilai-nilai budaya (core-values) yang kemudian direspons secara kritis oleh rakyat kampung dan diolah menjadi pikiran kritis ilmiah oleh Kampus, dan jadilah harmoni Peradaban “Kraton-Kampung-Kampus”, sebagai modal utama pendidikan khas ke-Jogja-an yang sarat unsur dinamika.

Yaitu budaya harmoni dalam kehidupan dan penghidupan bangsa. Harmoni merupakan produk akhir dari sinergi, konvergensi, interaksi antarruang dan waktu.

Memang, implementasinya tidak bisa mengabaikan pihak-pihak yang selama ini berperan aktif dalam pendidikan di DIY, yang berawal dari pendidikan di Kraton (pawiyatan), pesantren (masa Hindu: padépokan, Budha: vihara), Muhammadiyah (madrasah), Tamansiswa (paguron) dan pendidikan Barat (schooling).

Kesemua unsur itu bila dikelola dengan baik akan menjadi modal utama yang mendukung kesuksesannya. Sebagian kalangan memandang pihak-pihak terkait tersebut menjadi modal dasar implementasi pendidikan khas Ke-Jogja-an.

Pendidikan Ke-Jogjaan-an menjawab tantangan zaman

Peradaban baru kita sedang menghadapi tantangan disruptif-inovatif akibat Revolusi Industri 4.0. Untuk itu diperlukan penguatan pendidikan karakter yang mengembangkan nilai-nilai inti pendidikan khas Ke-Jogja-an.

Profil lulusan yang digambarkan sebagai Jalma Kang Utama, memiliki tiga kompetensi, yaitu: kompetensi teknis, kompetensi etika (yang diambil dari nilai-nilai kas Ke-Jogja-an), dan kompetensi komunikasi.

Pendidikan Ke-Jogja-an adalah pendidikan karakter yang merupakan suatu sistem penanaman nilai kepada peserta didik.

Pendidikan karakter dapat dikatakan sebagai pendidikan budi pekerti dan pendidikan nilai moralitas manusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com