Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Jahe Anjlok, Petani di Purworejo Biarkan Jahenya Membusuk di Lahan

Kompas.com - 22/07/2022, 19:02 WIB
Bayu Apriliano,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

PURWOREJO, KOMPAS.com - Sejak beberapa bulan terakhir, harga jahe terjun bebas, para petani jahe pun menjerit. Bahkan sebagian petani harus merelakan jahe miliknya membusuk di lahan.

Di saat ujian ekonomi yang makin sulit akibat pandemi Covid-19, harga jahe yang biasanya di jual diangka Rp 8.000-20.000 per kilogram anjlok ke angka Rp 2.000-5.000 per kilogram.

Anjloknya harga yang sedemikian signifikan ini membuat para petani pusing, dan hanya bisa berharap bantuan dari pemerintah untuk menstabilkan harga Jahe.

Baca juga: Obat Terbatas, Peternak di Sumsel Gunakan Kunyit hingga Jahe untuk Sapi Terpapar PMK

Salah satu petani Jahe di Desa Giyombong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo, Prasetyawan mengatakan, sebelumnya harga jahe sempat meroket di awal pandemi.

Pasalnya pada saat itu, diyakini jahe mampu menangkal virus corona. Namun beberapa bulan terakhir ini, harga jahe merosot tajam.

Harga jahe turun drastis terutama Jahe Gajah, sehingga banyak petani yang tidak memanen dan membiarkan busuk sembari menunggu harga normal kembali,” ungkapnya pada Jumat (22/7/2022).

Setidaknya ada 3 jenis Jahe yang ditanam masyarakat, yakni Jahe Gajah, Jahe Emprit, dan Jahe Merah. Tiga jenis jahe tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangan.

Jahe Gajah banyak ditanam masyarakat karena masa tanamnya cukup singkat dibandingkan Jahe Emprit dan jahe merah, yakni masa tanam hingga panennya hanya 7-8 bulan.

Harga Jahe Gajah biasanya dikisahkan harga Rp 8.000 per kilo. Tetapi kini, para tengkulak tak mau membeli jahe milik petani.

Baca juga: Kunyit, Jahe hingga Sambal dan Kecap, Ramuan Tradisional Peternak Bantul untuk Lawan PMK

Sedangkan untuk Jahe Merah, masa tanamnya sekitar 10-12 bulan dengan kisaran harga normal Rp 10.000.

Namun kali ini harganya turun hingga tinggal Rp 4.000. Paling lama adalah masa tanam Jahe Emprit yang mencapai 18 bulan dengan harga normal mencapai Rp 20.000 per kilogramnya.

"Jahe Emprit sepuluh ribu aja udah paling tinggi itu, Mas," katanya.

Prasetyawan menyebut, ada beberapa faktor penyebab harga jahe turun. Ia menduga pasokan jahe dari luar Purworejo banyak yang masuk, sehingga harga jahe lokal merosot.

“Bahkan beberapa tengkulak saja tidak mau membeli jahe, mungkin stoknya masih banyak,” tambahnya.

Baca juga: 3 Permasalahan pada Tanaman Jahe dan Cara Mengatasinya

Prasetyawan mengaku jahe di ladang miliknya jika dipanen bisa menghasilkan hingga 1 ton jahe. Namun dengan kondisi harga yang anjlok seperti ini, ia memilih tak memanen jahenya agar kerugian yang ia alami tak semakin besar.

"Jika kita panen masih ada ongkos lagi untuk panen, belum lagi ongkos untuk mengangkut ke pasar," katanya.

Ia berharap dengan merosotnya harga jahe di wilayahnya dapat perhatian dari pemerintah. Ia menyebut banyak petani jahe di Desa Giyombong yang mengalami kerugian hingga jutaan rupiah.

"Kalau enggak bisa panen kayak gini, ya sudah rugi modal ditambah rugi tenaga juga," keluhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

Regional
Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Regional
Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Regional
Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Regional
Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Regional
Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Regional
Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Regional
Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Regional
Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Regional
Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, 'Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta'

Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, "Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta"

Regional
Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Regional
Sempat Menghilang, Pedagang Durian 'Sambo' Muncul Lagi di Demak

Sempat Menghilang, Pedagang Durian "Sambo" Muncul Lagi di Demak

Regional
Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Regional
Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Regional
Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com