Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog Ungkap Bahaya "Bullying" yang Sebabkan Bocah SD di Tasikmalaya Meninggal

Kompas.com - 21/07/2022, 11:56 WIB
Irwan Nugraha,
Reni Susanti

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Psikolog Rikha Surtika Dewi mengomentari bocah SD 11 tahun korban bullying di Tasikmlaya yang meninggal. Rikha menyebut bullying atau perundungan berbahaya.  

Mirisnya, penyebab awal kasus ini kerap dianggap sepele masyarakat di perkotaan dan perkampungan. Dalam bahasa Sunda, disebut dipoyokan atau diejek atau dibully.

Dosen Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMT) Biro Psikologi Solusi dan Harapan Bunda Therapy Center ini mengungkapkan, kasus bullying saat ini semakin parah. 

Baca juga: Bocah SD di Tasikmalaya yang Dipaksa Setubuhi Kucing Rahasiakan Identitas Pelaku hingga Meninggal

Bully tersebut tidak hanya fisik tapi perkataan, psikologis, hingga perilaku.

"Fenomena sekarang ada pergeseran budaya akibat masifnya media sosial. Sebenarnya bully di kita sejak dulu sudah ada dengan istilah 'dipoyokan' dan selalu dianggap sepele," jelas Rikha kepada Kompas.com lewat telepon, Kamis (21/7/2022).

Baca juga: Bocah SD Korban Perundungan di Tasikmalaya Meninggal, Praktisi Ungkap Dampak Kekerasan Siber

Dijadikan Konten

Rikha menambahkan, bullying atau dipoyokan bergeser kebiasaanya menjadi bahan keseharian pergaulan masyarakat terutama anak dengan anak, dewasa dengan anak, dan malah banyak dicontohkan di konten viral media sosial.

Bahkan, budaya bully atau dipoyokan tersebut sengaja dibuat video dan disebarkan di media sosial supaya viral dan mendapatkan uang atau dikomersialisasikan.

"Sekarang dengan acara ngejek, menjatuhkan orang lain, dan menganggap orang lain bodoh itu seolah dengan makna pergaulan anak yang biasa. Karena apa? Sebetulnya anak-anak dicontohkan orang dewasa di dekatnya. Juga, dengan anak sudah bebas di media sosial dan mencontoh orang dewasa yang selalu moyokan atau mengejek ke orang lain dan itu dicontoh anak-anak," tambah Rikha.

Baca juga: Dipaksa Setubuhi Kucing hingga Depresi, Ini 7 Fakta Kematian Bocah SD di Tasikmalaya

Padahal, lanjut Rikha, hal yang dianggap sepele tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologis atau kejiwaan para korbannya atau orang yang dibully.

Bahkan, kondisi korban anak paling parah akan mengalami depresi, penurunan kepercayaan diri, sampai akhirnya bisa meninggal seperti kasus di Kabupaten Tasikmalaya.

"Budaya kita sudah mulai bergeser dan jadi banyak bully, semakin banyak contoh dan hit serta malah dikonsumsi entertain buat konten bully dan sebagainya," tutur dia.

"Kadang kita sudah mendengar di kalangan anak-anak dan dewasa kalau gak bully gak best friend. Makanya dianggap sepele dan kadang di rumah sendiri itu terjadi seperti itu oleh orang dewasa, orangtua, atau bahkan orang yang ditemui di dekatnya," tambah Rikha.

Peran Orang Dewasa

Saat ini, Rikha menyebut, pihaknya sangat banyak menemukan klien akibat bully baik di sekolah, lingkungan sekitar, sampai di tempat anak-anak beraktivitas atau bermain.

Seharusnya orang dewasa bisa mencontohkan mana batasan bully dan sampai mana batasan candaan. Serta tak hanya asal bicara tanpa mempertimbangkan perasaan yang dipoyoknya atau dibully.

"Iya, kan ada banyak faktor ya, bagaimana orangtua memberikan pengasuhan, terkait benar buruk awalnya dari rumah, orangtua atau yang membesarkan kita. Jadi asal lihat dewasanya akan dicontoh atau bullying itu sudah akrab di sekitar."

Baca juga: Bocah SD di Tasikmalaya yang Dipaksa Setubuhi Kucing Rahasiakan Identitas Pelaku hingga Meninggal

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Sengketa, KPU Tunda Penetapan 5 Caleg Terpilih di Sumbar

Ada Sengketa, KPU Tunda Penetapan 5 Caleg Terpilih di Sumbar

Regional
Imbas Letusan Gunung Ruang, 1.324 Warga Dievakuasi Keluar dari Pulau Tagulandang

Imbas Letusan Gunung Ruang, 1.324 Warga Dievakuasi Keluar dari Pulau Tagulandang

Regional
Pencarian Dihentikan, 2 Penambang Tertimbun Galian Batu Bara Dinyatakan Hilang

Pencarian Dihentikan, 2 Penambang Tertimbun Galian Batu Bara Dinyatakan Hilang

Regional
Gunung Ruang Keluarkan Asap Setinggi 600 Meter

Gunung Ruang Keluarkan Asap Setinggi 600 Meter

Regional
Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Regional
14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

Regional
TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

Regional
Aksi 'May Day' di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Aksi "May Day" di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Regional
Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Regional
Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Regional
Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Regional
Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Regional
Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Regional
Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Regional
Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com