BENGKULU, KOMPAS.com - Malam pekat menunjukkan pukul 02.30 WIB. Bunyi mesin kapal berkekuatan 15 PK berpenumpang dua nelayan sayup ditelan gemuruh gelombang laut di Desa Linau, Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.
Agus Setiawan bersama beberapa nelayan pancing tuna sibuk menaikkan perlengkapan memancing ke kapal berukuran kecil. Ritual rutin itu tak lama, sekitar 15 menit semua siap.
Tarikan gas mesin kapal mulai meninggi, perlahan kapal-kapal pemancing tuna meninggalkan bibir pantai menuju 40 mil ke tengah Samudra Hindia.
Baca juga: Konservasi Gurita dan Cantiknya Wisata Laut Kaur Bengkulu
Ritual nelayan tuna berburu ikan biasanya dimulai pukul 2.30 WIB malam menuju tengah puluhan mil laut. Biasanya mereka akan pulang pada pukul 09.00 WIB menjual tuna ke pengepul, uangnya untuk keperluan rumah tangga.
"Itulah rutinitasnya. Bila rezeki baik dalam satu kali berangkat bisa mendapatkan 300 kg tuna. Kalau diuangkan 2 nelayan dapatlah Rp 300.000 per orang sudah dikurangi operasional, minyak, bekal dan lain-lain. Modal sekali melaut Rp 500.000. Namun, kalau cuaca buruk, rezeki tidak ada sering pulang dengan tangan hampa," ungkap Agus Setyawan, Kamis (14/7/2022).
Agus mengatakan, di desanya ada sekitar 400 orang nelayan pemancing tuna semuanya bertumpu pada 150 kapal.
Mahalnya harga kapal dan peralatan pancing membuat nelayan miskin menumpang kapal dengan sistem bagi hasil.
Baca juga: Pemda Kaur Bengkulu Pecahkan Rekor Dunia, Masak 10.500 Tusuk Sate Gurita
Harga tuna di pengepul berkisar Rp 33.000 bila berat tuna di atas 20 kg. Sementara bila berat tuna di bawah 20 kg maka dihargai Rp 28.000.
Pada umumnya hasil tangkapan tuna nelayan Kaur dijual lagi oleh pengepul ke Lampung dan Jakarta lalu diekspor ke sejumlah negara.
"Rata-rata per bulan 10 ton dijual ke luar Bengkulu. Masih sedikit karena keterbatasan alat tangkap dan pengolaan. Padahal potensi tuna melimpah di perairan Bengkulu," sebut Agus.
Kebutuhan Rumpon
Memancing tuna, sambung Agus, tidak terlepas dari kebutuhan rumpon. Selama ini nelayan tuna memancing di tengah laut di sekitar rumpon milik nelayan besar terutama nelayan bagan cincin.
"Kami mancingnya di sekitar rumpon nelayan besar, nelayan pukat. Makanya, sangat bagus kalau seandainya nelayan tuna memiliki rumpon mandiri sehingga tidak harus mencapai 40 mil ke tengah laut," jelasnya.
Baca juga: 10.000 Tusuk Sate Gurita Ramaikan Event Surfing dan Festival Gurita di Kaur Bengkulu
Kebutuhan rumpon mandiri penting selama ini nelayan tuna tidak ada rumpon mandiri karena keterbatasan sumber daya dan modal.
"Artinya, kalau sudah ada rumpon mandiri, nelayan tidak perlu jauh ke tengah laut untuk mancing," ungkapnya.