Hendrik mengikuti pelatihan yang diampu oleh Kiki Richardo Gumalag, seorang petani dan prosesor kopi yang telah meraih sertifikat Cup of Excellence asal Semendo, Muara Enim dan Muhammad Samsi Yancik, putra daerah Empat Lawang yang mengembangkan usaha kopi di Sleman, DI Yogyakarta, di bawah merek Roemah Gimbo.
Hendrik mendapatkan ilmu dalam merawat tanaman kopi dari Kiki dan ilmu memahami pasar konsumen kopi dari Samsi.
Dengan menerapkan ilmu-ilmu yang sudah didapatkannya, dirinya mulai ‘melek pasar’ demi menghasilkan kopi sesuai dengan keinginan pasar.
“Kualitas kopi ternyata harus lebih diutamakan daripada kuantitasnya. Bila kualitas kopi yang kita hasilkan sangat baik, tentu lebih mudah dijualnya. Kuantitas nanti mengikuti kemampuan kita. Kalau kualitas produksi kopi kita sudah konsisten, tentu orang akan terus cari kita. Di sini beratnya, harus konsisten dalam menciptakan kopi berkualitas,” kata Hendrik.
Baca juga: Kedai Kopi di Batam Digerebek Polisi, Bandar hingga Pemain Judi Online Ditangkap
Biji kopi yang baik, kata Hendrik, adalah hasil dari tanaman yang sehat dan dirawat. Bapak dua orang anak ini menganalogikan tanaman kopi sebagai manusia.
Saat beraktivitas di kebun, Hendrik memiliki kebiasaan ngopi pada pukul 10.00 WIB dan ngopi plus makan pada pukul 12.00 WIB.
“Kalau telat ngopi, mulai kepala pening. Kalau telat makan, badan gemetar. Makan pun, cenat-cenutnya tidak hilang seluruhnya. Begitu pula dengan tanaman kopi. Harus disiplin dan rutin dirawat, dibersihkan batang kopinya, diberi pupuk. Kalau tidak rutin, pohon kopinya nanti cenat-cenut,” ujar Hendrik.
Burni Husin (60), sama-sama petani dari Kelurahan Agung Lawangan, merupakan petugas sangrai di Rumah Tani Agung Lawangan.
Tanpa segan Burni belajar kepada Kiki yang usianya separuh dari dirinya, agar bisa menyangrai kopi sesuai keinginan pemesan.
Dari bertani kopi, Burni bisa menyekolahkan kedua anak perempuannya hingga menjadi perawat dan guru.
Baca juga: Cabai Merah di Magetan Masih Mahal karena Banyak Petani Gagal Panen
Burni masih terus belajar bagaimana cara memproduksi kopi sehingga nilainya lebih tinggi.
Burni hanya sekolah hingga lulus SMP, kemudian melanjutkan profesi orang tuanya sebagai petani kopi.
Setelah puluhan tahun menjual kopi petik asalan, dia memutuskan untuk mulai meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkannya dengan hanya memetik cherry kopi merah.
“Saya sadar diri sudah tua, namun belajar menghasilkan kopi yang lebih berkualitas bukan cuma untuk yang muda-muda. Dari dulu saya selalu mencintai tanaman yang kita tanam di kebun, dengan belajar ini saya jadi lebih sayang,” kata dia.