NUNUKAN, KOMPAS.com – Sejumlah kapal angkutan Sembako untuk wilayah pedalaman RI–Malaysia di Nunukan, Kalimantan Utara, masih melakukan aksi mogok sejak Senin (27/6/2022).
Mereka menuntut adanya jaminan keamanan bongkar muat dan operasi kapal, saat memuat Sembako untuk kebutuhan warga pedalaman.
Wakil Bupati Nunukan Hanafiah mengatakan, Pemkab Nunukan memahami apa keinginan dan tuntutan para pemilik kapal, nakhoda, dan ABK yang selama ini menjadi penopang bagi kebutuhan Sembako di wilayah terisolasi.
"Sudah ada pernyataan dari Bupati masalah itu. Artinya terhadap sembako tertentu, diperbolehkan. Supaya masyarakat kita tetap terlayani untuk Sembako, khususnya wilayah pedalaman yang terpencil di Kabupaten Nunukan atau biasa disebut wilayah tiga," ujarnya, Rabu (29/6/2022).
Hanafiah tidak membantah, ketergantungan Kabupaten Nunukan terhadap barang-barang dari Negeri Jiran masih belum memiliki solusi.
Meski pada prinsipnya, pemerintah daerah juga menginginkan produk dalam negeri sebagai tuan rumah yang memiliki kedudukan tinggi di hati warga negaranya.
Namun tidak bisa dipungkiri, dan perlu menjadi catatan, negara belum mampu mewujudkan hal itu di perbatasan.
"Kita memiliki harapan untuk masalah cinta produk dalam negeri dengan bekerja sama dengan Bulog. Akan tetapi kita lihat sendiri, harga barang yang dikirim Bulog ke Nunukan, masih lebih tinggi dari harga yang berlaku di Nunukan," katanya menyayangkan.
Persoalan harga, menurut Hanafiah, menjadi pokok masalah dalam penerapan cinta produk dalam negeri, maupun dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat wilayah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T).
Baca juga: Kapal-kapal Pengangkut Sembako untuk Pedalaman Perbatasan RI–Malaysia Sepakat Mogok Operasi
Ia memberi contoh, harga gula pasir Bulog untuk Kabupaten Nunukan, dibanderol Rp 13.000 sampai Rp.14 000 per kg.
Sementara gula pasir Malaysia dengan mutu yang sama, biasa dibeli masyarakat di Nunukan dengan harga Rp 12.000.
Selain itu, meskipun sebenarnya pemerintah pusat sudah memprogramkan Tol Laut atau Jembatan Udara (Jembara) untuk distribusi sembako ke perbatasan.
Faktanya, program tersebut belum terlalu efektif, dan belum mampu menutup persoalan kebutuhan pokok bagi perbatasan RI–Malaysia ini.
"Kita sebenarnya berharap dari Bulog yang harus intervensi. Karena sembako kan dimotori atau dikoordinasi Bulog. Mestinya Bulog yang harus banyak berkiprah dalam hal pemenuhan kebutuhan sembako di wilayah perbatasan," tegasnya.
Lebih lanjut, Hanafiah menegaskan bahwa pemerintah daerah memberi perhatian khusus atas aksi mogok kapal kapal pengangkut Sembako ke pedalaman.