Hanafiah juga mengakui, barang-barang Malaysia yang masuk ke Nunukan merupakan sebuah tradisi sejak dahulu.
Pertukaran adat, budaya dan hubungan kekerabatan masyarakat perbatasan, secara alami menciptakan perdagangan tradisional.
Hal tersebut kemudian disebut sebagai sebuah kearifan lokal. Sebuah perjanjian dan kesepakatan tidak tertulis, yang menjadi azas pemakluman di wilayah ini.
Sayangnya, kearifan lokal ini terus terusik dengan masifnya penangkapan oleh aparat yang mengakibatkan trauma berkepanjangan bagi para tukang kapal.
"Memang masalah bahan bahan pokok menjadi problem semua perbatasan. Pemkab Nunukan akan kembali memanggil para tukang kapal yang mogok, kita rumuskan bersama mencari solusi dan mencoba memenuhi tuntutan mereka," kata Hanafiah.
Baca juga: Pedagang Daging Sapi Mogok, Operasi Pasar Akan Digelar di 9 Pasar di Jaksel
Sebelumnya diberitakan, sekitar 10 kapal kargo yang rutin mengirim Sembako dan kebutuhan pokok ke wilayah pedalaman mogok operasi.
Mereka menuntut kejelasan sikap dari Pemerintah Daerah, sekaligus komitmen aparat keamanan di perbatasan RI – Malaysia, untuk tidak terus menerus melakukan penangkapan.
"Di mana kearifan lokal yang selama ini menjadi kesepakatan sejak Nunukan belum terbentuk? Kapal kami akan mogok operasi sampai ada kejelasan dan jaminan keamanan bagi kami," ujar Ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, Baharuddin Aras, Senin (27/6/2022).
Sementara ini, kapal-kapal pedalaman yang mogok masih untuk kapal dengan trayek Nunukan–Sebuku.
Kapal-kapal tersebut memilih tidak berlayar dan menancapkan jangkar di sejumlah dermaga tradisional seperti, Dermaga Inhutani, Dermaga Jalan Lingkar, dan Dermaga Sei Bolong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.