Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Gregorius Nyaming
Pastor

Mahasiswa S3 jurusan teologi dogmatik di The John Paul II Catholic University of Lublin

Gawai Adat Dayak: Melihat Manusia sebagai Makhluk Berdimensi Vertikal dan Horizontal

Kompas.com - 21/05/2022, 08:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebuah kemampuan yang tentu saja sangat berguna terutama dalam kehidupan agraris masyarakat Dayak.

Mendapatkan hasil panen yang baik dan berlimpah tentu saja menjadi keinginan setiap warga. Akan tetapi, keinginan tersebut tidak pernah boleh mengabaikan pesan dari Yang Ilahi atau para leluhur yang hadir lewat tanda-tanda atau fenomena alam.

Lewat suara burung atau mimpi, misalnya. Pengabaian terhadap pesan tersebut hanya akan mendatangkan bencana bagi diri sendiri, keluarga dan seluruh anggota komunitas.

Semengat memampukan mereka menjalin komunikasi dan relasi yang baik dengan sesama. Dari gagasan Karl Rahner soal humanisme transendental di atas dikatakan bahwa manusia selain sudah selalu terarah kepada Tuhan, dia juga terbuka untuk manusia yang lain dan berhakikat interkomunikatif.

Yang mau ditampilkan di sini ialah hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Setiap orang itu ada, tumbuh dan berkembang bersama dan selalu dalam relasi dengan orang lain serta alam ciptaan. Inilah dimensi sosial manusia.

Oleh karena itu, adalah sebuah pengingkaran yang fatal terhadap kodrat sosial itu sendiri bila dalam hidup berkomunitas ada anggota yang tidak diperhatikan atau diabaikan.

Diletakkan dalam bingkai pemahaman akan manusia yang berhakikat interkomunikatif, kita kemudian bisa memahami mengapa gawai adat Dayak mesti dilaksanakan dalam semangat kebersamaan.

Harus mengundang sanak keluarga dan kerabat kenalan untuk turut serta menikmati hasil jerih payah dalam berladang.

Bagi masyarakat Dayak, hasil bumi yang mereka peroleh tidak pernah boleh hanya dinikmati seorang diri.

Karena itulah, setiap tamu yang datang ke rumah harus dipersilakan untuk menyantap hidangan yang telah tersedia.

Inilah bentuk ungkapan syukur atas berkat yang sudah diterima dari Petara. Sekaligus sebagai wujud doa agar Petara Yang Agung senantiasa melimpahkan hasil ladang yang baik dan berlimpah.

Kemurahan hati tuan rumah ini tak boleh ditolak oleh tetamu. Penolakan selain dilihat sebagai bentuk ketidaksopanan, juga dapat dilihat sebagai bentuk penyangkalan terhadap hidup itu sendiri.

Harap diingat, nasi merupakan berkat dari Sang Pemberi Kehidupan dan sumber kehidupan bagi manusia. Diperlukan kerja keras untuk mendapatkannya.

Menolak berkat dan sumber kehidupan itu sama saja dengan manusia tidak mensyukuri hidup yang telah dianugerahkan oleh Yang Mahakuasa.

Semengat memampukan manusia untuk merawat alam serta mengolahnya dengan penuh hormat dan beradat.

Alam memiliki jiwa tersendiri, bersifat sakral dan kerap dipersonifikasi sebagai wujud yang mengatasi kuasa manusiawi, yang kepadanya manusia harus menyesuaikan diri, memberikan hormat dan sembah.

Pandangan hidup yang demikian mendorong manusia untuk mengembangkan sikap harmoni terhadap alam. Agar tidak terjadi bencana dan malapetaka (chaos), maka keharmonisan itu harus terus dijaga.

Begitulah. Dengan menghayati hidupnya sebagai makhluk berdimensi vertikal dan horizontal, manusia Dayak dalam keseharian hidupnya selalu berupaya untuk membangun relasi yang harmonis dengan Yang Transenden, dengan sesama dan dengan alam.

Oleh karena itu, sungguh tidak etis rasanya bila menyamakan mereka dengan monyet atau segala jenis makhluk halus lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com