Junjung tinggi hak ulayat
Bukan hanya Suku Kamoro yang dikenal dengan budaya meramu, Suku Korowai juga merupakan salah satu suku yang secara tradisi mempunyai budaya meramu.
Antropolog Universitas Cenderawasih, Hanro Lekitoo mengungkapkan, Suku Korowai dikenal sebagai peramu yang sehari-hari meramu di wilayah adatnya masing-masing.
Tipe kehidupan Suku Korowai dibagi atas marga atau klien yang secara turun-temurun menjalani kehidupan sehari-harinya dengan meramu di dusun-dusunnya.
Suku Korowai merupakan salah satu suku yang sangat menjunjung tinggi dan menghargai batas wilayah adat dari suku-suku lain yang ada di wilayah Papua bagian selatan.
Baca juga: Tablasupa Papua, Kampung dengan Keindahan Alam Bawah Laut dan Pengamatan Burung Cenderawasih
“Mereka meramu dengan sistem berpindah-pindah, tetapi hanya di kawasan hak ulayatnya sesuai dengan klien dan marganya masing-masing,” ungkap Lekitoo kepada Kompas.com, Selasa (19/4/2022).
Doktor lulusan Universitas Indonesia ini menjelaskan, Suku Korowai sangat menghargai batas adatnya masing-masing. Misalnya, jika mereka berburu kemudian memanah babi, lalu babi tersebut lari dan mati di tanah adat klien atau marga yang lain, maka mereka harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik tanah tempat babi tersebut mati.
“Mereka sangat menghargai hak ulayat, sehingga kalau mereka panah babi saja, kemudian babi lari dan mati di wilayah adat yang lain, maka mereka harus meminta izin terlebih dahulu,” jelas Lekitoo.
Baca juga: 5 Desa di Teluk Wondama Papua Barat Akhirnya Mendapat Aliran Listrik
Kalau tidak meminta izin, kata Lekitoo, bisa menimbulkan konflik antara marga atau klien yang ada di Suku Korowai. Hal ini lantaran secara turun-temurun mereka sangat menghargai batas wilayah antara klien dan marganya masing-masing.
“Harus kasih tahu dan minta maaf kepada pemilik hak ulayat terlebih dahulu. Karena ini masuk dalam rumah orang lain. Logika kita orang modern kan begitu, sehingga sebelum mengambilnya, harus meminta izin,” katanya.
Suku Korowai juga merupakan salah satu suku di Papua bagian selatan yang berpindah-pindah (nomaden). Meski pun demikian, suku ini tidak bisa berpindah-pindah secara sembarangan. Suku Korowai hanya berpindah di lokasi yang merupakan hak ulayatnya. Mereka tidak bisa berpindah dan membangun kehidupan di lokasi yang bukan hak ulayatnya.
Penulis buku Manusia Pohon ini mengatakan, setiap penjaga marga atau klien yang ada di setiap wilayah adat mengetahui tentang batas wilayah adatnya masing-masing.
“Setiap penjaga marga atau klien mengetahui batas-batas wilayahnya, sehingga mereka akan saling menjaga batas wilayahnya dan mereka tahu tentang batas ulayatnya antara marga dan klien yang ada,” ungkap Lekitoo.
Alumnus Magister Antropologi Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengungkapkan, setiap marga atau klien yang ada di Suku Korowai sudah mengetahui mengenai batas-batas wilayahnya, sehingga ketika meramu dengan mencari makanan seperti sagu, ikan, binatang buruan lainnya tidak keluar dari hak ulayatnya.
“Kalau masyarakat asli Suku Korowai mereka sudah saling mengetahui batas wilayahnya, terutama antara marga dan klien. Mereka akan mencari dan membuat rumah di lokasi yang menjadi hak ulayatnya,” ungkap Lekitoo.