SEMARANG, KOMPAS.com - Kota Semarang memiliki tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Setelah dua tahun diselenggarakan secara sederhana, dugderan di Kota Semarang kembali menyapa masyarakat.
Sorak sorai anak-anak hingga orang dewasa memenuhi halaman Aloon Aloon Masjid Agung Semarang siang hingga sore, Kamis (31/3/2022).
Dibuka dengan penerbangan balon, masyarakat bertepuk tangan, disusul dengan alunan musik jawa yang dilantunkan sejumlah grup seni.
Baca juga: Sambut Ramadan, Tradisi Dugderan Digelar di Semarang Tanpa Arak-arakan
Meski tidak ada arak-arakan dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman), ratusan masyarakat tampak antusias mengikuti serangkaian acara dugderan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dugderan kali ini juga digelar di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT).
Satu persatu pertunjukan seni mulai tampil. Sepasang ondel-ondel menari meliak-liuk, penari berpakaian hitam-hitam beraksi membentuk lingkaran.
Bunyi gamelan terdengar nyaring di segala penjuru, sembari barongan menari-nari menunjukkan aksi.
Semua orang tampak berbahagia. Tak lain Putri, seorang warga Terbalan, Semarang yang sudah lama menanti momen dugderan.
Menurut Putri, meskipun dugderan kali ini tidak seramai dugderan 2 tahun lalu, dirinya sangat senang bisa merasakan keseruan dugderan kembali menjelang Ramadhan.
Baca juga: Mengenal Dugderan, Tradisi Sambut Ramadhan di Kota Semarang
"Senang sekali, walaupun kurang puas. Kalau dulu, Pak Wali kota diarak dari Balai Kota ke sini. Dibelakangnya, ada semacam karnaval budaya, penampilan drum band juga," ucap Putri kepada Kompas.com.
Tidak hanya penampilan kebudayaan saja, momen dugderan ini dikenal sebagai pasar rakyat untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Tak heran jika di sekitar Aloon Aloon Masjid Agung Semarang itu dipenuhi dengan penjaja makanan hingga mainan tradisional.
Diceritakannya, prosesi yang paling utama di tradisi dugderan adalah ketika penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Agung Semarang kepada Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya, atau Wali Kota Semarang untuk dibacakan ke seluruh masyarakat.
Seusai itu, Wali Kota Semarang dipersilakam memukul bedug, disertai pula suara meriam di Masjid Agung Semarang.
"Makanya dinamai dugderan, karena ada suara bedug 'dug' dan suara 'der' dari meriam," jelas ibu dua anak itu.
Menariknya, setelah pemukulan bedug tersebut, masyarakat bisa mendapatkan air khataman Al-Qur'an dan Ganjel Rel, roti khas Semarang.
Baca juga: Jelang Ramadhan, Warga Kota Gunungsitoli Lakukan Tradisi Ziarah Kubur
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.