Sementara itu, Putri sangat mengapresiasi atas diselenggarakannya dugderan tahun ini. Alasannya, dugderan kali ini lebih terbuka meski di tengah pandemi.
"Setidaknya, dugderan tahun ini bisa mengobati kerinduan kami pada tradisi Semarang," ujarnya.
Disamping itu, suara tabuhan rebbana yang khas mengiringi jalannya seluruh kegiatan di Masjid Agung Semarang. Tak hanya itu, suluk-suluk Jawa dan tembang macapat ikut serta mewarnai.
Salah satu pemain rebbana, Agus Sholikhin mengungkapkan jika grup rebbana yang mengiringi, bernama Islahul Iman itu cukup menantikan tradisi dugderan.
"Karena sudah lama kami tidak bermain menabuh terbang untuk ngisi dugderan, jadi ini momen yang kami tunggu-tunggu," ucap Agus.
Menyambung prosesi selanjutnya, setelah penabuhan bedug di Masjid Agung Semarang, di titik MAJT diadakan pula penyerahan Suhuf Halaqoh dari Wali Kota Semarang kepada Raden Mas Tumenggung Probo Hadikusumo atau Gubernur Jawa Tengah untuk diumumkan kepada masyarakat.
Baca juga: Cegah Kerumunan, Prosesi Dugderan di Kota Semarang Berjalan Sederhana
Sama dengan prosesi di Masjid Agung Semarang, setelah penyerahan Suhuf Halaqoh di MAJT, diakhiri pula dengan pukulan bedug dan bom udara yang berdentum.
Kembalinya momen dugderan ini, imbuh Agus, membuat dirinya bangga dengan tradisi budaya di Kota Semarang. Sebagai generasi yang tidak lagi muda, Agus hanya berharap nantinya akan ada penerus yang bisa nguri-uri budaya Kota Lumpia ini.
“Kalau tidak diestafet ke generasi muda, budaya akan tergerus zaman,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.