Ester mengungkapkan, kini tempat-tempat di Kota Jayapura yang menyimpan sugudang memori kolektif, selain simbol identitas dari masyarakat pemilik tempat dan masa lalu tersebut, telah mengalami bentukan akibat migrasi dan modernisasi kota.
“Keberadaan berbagai etnis pendatang di Jayapura mempengaruhi sosial dan kehidupan budaya yang ditunjukkan oleh kekerabatan yang kuat ikatan dan tinggal berdekatan dengan kerabat dari suku yang sama,” ungkap dia.
Ester menyatakan, ada pemukiman dihuni oleh pendatang dari daerah tertentu.
Pemukiman penduduk asli Jayapura dihuni oleh suku Tobati, Enggros, Kayu Pulo, Kayu Batu, Nafri, dan Sko Say, Sko Mabo, dan Sko Yambe.
“Sampai saat ini, mereka masih melestarikan tradisi mereka pemukiman di tengah perkembangan Kota Jayapura,” tandasnya.
Baca juga: Jenazah Billy, Pekerja yang Tewas Ditembak KKB Akan Dibawa Pulang ke Bandung
Sosiolog Universitas Cenderawasih, Ave Lefaan mengungkapkan bahwa kehidupan multikultural atau multietnis bisa berkomunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
Kondisi juga sangat ditentukan oleh institusi pimpinan yang ada.
“Misalnya Pak Wali Kota dan Wakil Wali Kota, sehingga pimpinan yang ada ini harus memiliki wawasan kepemimpinan tentang latar belakang primodialisme dari kelompok-kelompok yang hidup bersama,” ungkapnya.
Menurut Ave, di dalam sosiologi disebut dengan melting pot, merupakan sebuah wadah yang membuat masyarakat saling berkomunikasi secara eksternal maupun internal, sehingga proses-proses komunikasi yang terjadi dalam bentuk interaksi dapat berjalan dengan baik.
“Aturan-aturan atau institusi, kelembagaan-kelembagaan dan pranata-pranata harus ditegakkan, tanpa pranata maka interaksi atau komunikasi tidak akan berjalan secara bagus,” tuturnya.
Baca juga: Perjuangan Tim Mengevakuasi 8 Jenazah Korban Penembakan KKB di Beoga, Hadapi Medan dan Cuaca Ekstrem
Menurutnya, multukulturalisme di Kota Jayapura sangat tinggi, karena kondisi sangat plural.
Tapi sampai hari ini pergaulan dan interaksi sosial dapat berjalan dengan baik karena memang Wali Kota selalu memberikan imbauan dan komunikasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara membangun kehidupan bermasyarakat di Jayapura.
Selain itu, aturan-aturan selalu diterapkan, sehingga masyarakat di Jayapura saat ini adalah masyarakat perkotaan yang kehidupannya sangat individual, tetapi unsur interaksi saling menghargai masih sangat tinggi di Kota Jayapura.
“Masyarakat kita saat ini tidak mengalami goncangan di dalam tatanan-tananan dengan kelompoknya sendiri, maupun dengan kelompok-kelompok yang lain,” ujarnya.
Baca juga: Warga Bandung Tewas Ditembak KKB di Papua, Polresta Bandung Siap Beri Bantuan untuk Keluarga Korban
Dosen Pascasarjana Uncen ini mengakui bahwa beberapa pakar sosiologi telah berpendapat bahwa di dalam suatu organisasi masyarakat dengan latar belakang yang beranekaragam, mudah berkonflik.
Namun demikian, kata Ave, peranan pemimpinan bersama kelembagaan menjadi penting.
“Yang kita butuh kepatuhan dan kepatutan. Patuh dan patut artinya tunduk dan harus melaksanakan aturan yang ada, agar masyarakat hidup aman, nyaman dan damai bisa terwujud,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Ave menyampaikan, sosialisasi atau komunikasi secara terus menerus, baik secara horizontal harus dilakukan oleh wadah-wadah pembinaan masyarakat menjadi penting untuk terus dilakukan dalam kehidupan masyarakat di daerah perkotaan.
“Kegiatan seperti pembinaan olahraga, arisan, pemutaran film dan kegiatan antara umat beragama serta lain-lain menjadi solusi dalam membuat masyarakat bisa melakukan solidaritas secara baik dalam kehidupan bersama,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.