Dosen Sejarah Universitas Cenderawasih ini membeberkan bahwa pada 1943 ketika tentara Jepang mulai mundur dari wilayah lautan teduh (Lautan Pasifik), daerah teluk Hollandia menjadi objek serangan-serangan dari kapal-kapal terbang Sekutu yang menyerang.
Mencapai puncaknya dengan usaha- usaha pendaratan dari tentara Sekutu.
“Sampai 22 April 1944 ketika tentara Sekutu berhasil menduduki Hollandia, daerah ini menjadi medan pertempuran. Waktu itu penduduk pribumi yang dalam masa pemboman dan pertempuran mengungsi ke daerah pedalaman, perlahan-lahan mulai kembali lagi,” beber Ester.
Baca juga: Billy, Korban Penembakan KKB di Papua Sempat Mengabarkan akan Pulang ke Bandung
Ester menjelaskan, usai Perang Dunia II, pemerintah Belanda mulai merencanakan dan melaksanakan pembangunan kota.
Dalam waktu yang singkat, wilayah yang dulu bernama Hollandia dan sekarang adalah Jayapura, meliputi sebagian besar dari daerah pantai barat dari Teluk Humboldt, mengalami perubahan.
Kampung-kampung laut yang yang hampir semuanya terletak di sebelah barat dari teluk, menjadi kampung-kampung dalam suatu kota besar, dan kehidupan masyarakat dari kampung- kampung telah dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat kota besar.
Ketika Belanda kembali berkuasa di Hollandia, setelah PD II hingga integrasi dan pasca-integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kota Jayapura mengalami perkembangan yang luar biasa.
Baca juga: Kirim Sampel Pasien ke Jayapura, Penggunaan Anggaran Satgas Covid-19 Papua Barat Dipertanyakan
Perkembangan kota ini ternyata merupakan daya tarik bagi penduduk di luarnya untuk berpindah ke sana dan mencari kesempatan kerja dalam meningkatkan taraf hidup yang dengan sendirinya menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara kota dan daerah kampung.
“Kini penduduk Kota Jayapura terdiri dari multietnis di mana penduduk kota sangat dipengaruhi oleh migrasi orang dari luar kota,” jelasnya.
Baca juga: Pengiriman 20 Paket Ganja lewat Pelabuhan Jayapura Berhasil Digagalkan, Pelaku Ditangkap