“Memakai sandal dua hari. Kami tidak tegel (tidak tega). Jangan sampai anak minder di sekolah. Kami berikan sepatu biar dia memilih sendiri. Kami ingin dia semangat sekolah,” kata Ernis mengingat lagi masa awal Wahid masuk kelas.
Semua langkah ini, kata Ernis, sebagai upaya mendorong Wahid tetap bisa sekolah.
Namun, hari-hari yang dijalaninya menggerus perhatian Wahid dari sekolah. Ia mulai jarang berangkat sekolah belakangan ini.
Sekolah juga tidak kurang akal. Guru tetap antar jemput tugas sekolah seminggu sekali. “Dia tidak pernah berhenti sekolah. Dia siswa kami. Sampai kapan pun dia siswa kami,” kata Ernis.
Baca juga: Selebgram Bantu Ibunya Kabur dari Penjara Setelah Mengecoh Petugas Keamanan
Kelumpuhan Wagini itu mulai mendera di 2014. Kelumpuhan timbul tenggelam, kadang perlu waktu lama untuk kembali pulih. Puncaknya di 2020.
Ia menderita myasthenia gravis, penyakit yang menyerang saraf dan membuat kelumpuhan otot. Gejalanya, kata Wagini, seperti dirundung rasa malas untuk bergerak. Gejala itu dirasa sejak 1998.
Tak ada cara lain kecuali melawan dengan terus bergerak, meski kelumpuhan sering kambuh dan tak bisa ditolak.
“Dua saudara juga mengalami serupa. Mereka sampai bengkok tulangnya, yang satu punggung, yang satunya kaki. Saya masih paling ringan. Saya melawan dengan terus bergerak,” kata Wagini.
Di rumah, Wagini mengaku semua berbagi peran, termasuk Wahid. Mbah Kromo mengumpulkan dahan kelapa kering, sabut kelapa, kayu kering untuk bahan bakar pawon.
Wagini sendiri memasak hingga mencuci. Sedangkan Wahid memetik sayur di ladang, membeli lauk, ataulah memetik kelapa bila diperlukan.
“Memetik apa saja di kebun, daun pepaya, rebung, bayam, apa saja. Lauk (beli) kalau ada, kalau tidak ya makan sayur seadanya,” kata Wagini.
Mantan perantau ke Jakarta dan Surabaya itu mengakui situasi hidup yang dialaminya berimbas pada sekolah Wahid. Tetapi, ia mengharapkan Wahid tetap sekolah sampai bisa mewujudkan cita-citanya sebagai pengemudi traktor.
“Karena dia lihat di sawah ada orang yang menggunakan traktor, uangnya banyak,” kata Wagini.
Baca juga: Dulu Terkenal, Misca Mancung Kini Bantu Ibunya Jualan Parfum Keliling
Karena kondisi kehidupan mereka, keluarga Mbah Kromo telah lama menerima bantuan pemerintah, yang disalurkan melalui kalurahan, pedukuhan, maupun dinas sosial.
“Sebagai penerima manfaat Program PKH sejak 2016,” kata Parno, dukuh (kepala dusun) Sambiroto, seraya mengurai sejumlah bantuan lain.