Salin Artikel

Wahid, Bocah 8 Tahun Membantu Ibunya yang Lumpuh hingga Jarang Masuk Sekolah

Rumah itu jauh dari keramaian kota. Berada di pinggir menghampar luas sawah serasa sepi namun asri.

Selain Mbah Kromo, ada Wagini (40) dan kedua anaknya, yakni Iwan Nursalam (14) dan Muhammad Wahid (8).

Iwan jarang di rumah. Hanya Wahid yang sering kelihatan berteman sepi dan main sendiri. Teman paling dekat, kata Wahid, berada jauh di seberang sawah.

“Aku nduwe ning kono (aku punya “teman” di sana),” kata Wahid menunjuk rumah yang tampak kecil di kejauhan seberang sawah, Jumat (11/2/2022).

Wahid, bocah Kelas 2 Sekolah Dasar Negeri Sambiroto. Ia baru saja pulang dari sekolah, Jumat siang ini. Pihak sekolah sengaja memberi kesempatan Wahid masuk sekolah pada sif siang semasa PTM.

Alasannya, Wahid menghadapi situasi kompleks untuk belajar. Wagini sakit-sakitan di mana tubuhnya mudah lumpuh. Ayahnya pergi entah ke mana sejak umur Wahid satu tahun.

Mbah Kromo sudah renta dan tidak sekuat masih muda. Ia sudah tidak bisa mendengar dan sehari-hari hanya mengumpulkan rumput, ranting, kayu dan dahan kering pohon kelapa untuk kayu bakar.

Sementara Iwan jarang pulang, tidak lagi sekolah, dan menghabiskan hari-harinya di luar rumah.

Wahid lantas banyak terlibat dalam membantu Wagini yang lemah, mulai dari membantu memetik sayur di ladang, memotong tunas bambu, sesekali memanjat kelapa, atau membantu pekerjaan yang lain dari ibunya. Semua dilakukan sebelum mulai belajar atau sekolah.

“Ibunya memasak, Wahid merajang (memotong bumbu). Ibunya mencuci, Wahid menjereng (menjemur). Kadang ikut bantu simbah. Pekerjaan itu memang tidak berat, tapi tanggung jawab di rumah itu berbeda dengan anak seusianya,” kata Ernis Meitanti, guru wali kelas dua SDN Sambiroto.

Mengetahui hal ini, pihak sekolah memperbolehkan Wahid masuk sif siang. Dengan demikian, Wahid mempunyai kesempatan membantu keluarganya lebih dulu sebelum sekolah.

Tidak hanya itu, guru kerap mengirim modul belajar pendukung belajar di rumah. Guru sering pula mengirim tugas yang diharapkan bisa digarap Wahid bersama ibunya.

Selain itu, guru antar jemput tugas sekolah setiap pekan. Saat itu menjadi kesempatan bagi Wahid belajar bila ia tertinggal.

Ernis bahkan mengingat bagaimana guru berupaya meredam minder siswanya ini. Ketika itu, Wahid cuma pakai sandal hingga hari kedua di awal sekolah.

“Memakai sandal dua hari. Kami tidak tegel (tidak tega). Jangan sampai anak minder di sekolah. Kami berikan sepatu biar dia memilih sendiri. Kami ingin dia semangat sekolah,” kata Ernis mengingat lagi masa awal Wahid masuk kelas.

Semua langkah ini, kata Ernis, sebagai upaya mendorong Wahid tetap bisa sekolah.

Namun, hari-hari yang dijalaninya menggerus perhatian Wahid dari sekolah. Ia mulai jarang berangkat sekolah belakangan ini.

Sekolah juga tidak kurang akal. Guru tetap antar jemput tugas sekolah seminggu sekali. “Dia tidak pernah berhenti sekolah. Dia siswa kami. Sampai kapan pun dia siswa kami,” kata Ernis.

Kelumpuhan

Kelumpuhan Wagini itu mulai mendera di 2014. Kelumpuhan timbul tenggelam, kadang perlu waktu lama untuk kembali pulih. Puncaknya di 2020.

Ia menderita myasthenia gravis, penyakit yang menyerang saraf dan membuat kelumpuhan otot. Gejalanya, kata Wagini, seperti dirundung rasa malas untuk bergerak. Gejala itu dirasa sejak 1998.

Tak ada cara lain kecuali melawan dengan terus bergerak, meski kelumpuhan sering kambuh dan tak bisa ditolak.

“Dua saudara juga mengalami serupa. Mereka sampai bengkok tulangnya, yang satu punggung, yang satunya kaki. Saya masih paling ringan. Saya melawan dengan terus bergerak,” kata Wagini.

Di rumah, Wagini mengaku semua berbagi peran, termasuk Wahid. Mbah Kromo mengumpulkan dahan kelapa kering, sabut kelapa, kayu kering untuk bahan bakar pawon.

Wagini sendiri memasak hingga mencuci. Sedangkan Wahid memetik sayur di ladang, membeli lauk, ataulah memetik kelapa bila diperlukan.

“Memetik apa saja di kebun, daun pepaya, rebung, bayam, apa saja. Lauk (beli) kalau ada, kalau tidak ya makan sayur seadanya,” kata Wagini.

Mantan perantau ke Jakarta dan Surabaya itu mengakui situasi hidup yang dialaminya berimbas pada sekolah Wahid. Tetapi, ia mengharapkan Wahid tetap sekolah sampai bisa mewujudkan cita-citanya sebagai pengemudi traktor.

“Karena dia lihat di sawah ada orang yang menggunakan traktor, uangnya banyak,” kata Wagini.

Bantuan sejak 2016

Karena kondisi kehidupan mereka, keluarga Mbah Kromo telah lama menerima bantuan pemerintah, yang disalurkan melalui kalurahan, pedukuhan, maupun dinas sosial.

“Sebagai penerima manfaat Program PKH sejak 2016,” kata Parno, dukuh (kepala dusun) Sambiroto, seraya mengurai sejumlah bantuan lain.

Keluarga Mbah Kromo penerima BPNT dalam bentuk sembako, mulai beras, telur ikan, sayur dan tahu tempe, sejak 2020. Bantuan PKH bagi kakek dari Wahid. Belum lagi bantuan sekolah dan pemegang JKN KIS PBI.

Parno juga mengungkap, keluarga Wagini pernah menerima bedah rumah di 2020. Rumah yang dulunya semi permanen kini punya dinding.

Sebagian rumah lama dinding anyaman bambu masih dipertahankan. Rumah lawas menjadi dapur di mana Wagini dan Wahid tetap lebih suka tidur di sana.

Dari segi penghidupan, Mbah Kromo masih menerima hasil panen sawah yang digarap orang lain. “Bantuan dari banyak donatur tapi tidak bisa saya sebut satu-satu,” kata Parno.

Pada kesempatan lain, Bambang Nurcahya, seorang tetangga satu pedukuhan di Sambiroto mengungkapkan, warga juga turut memperhatikan keluarga Wahid.

Tidak sedikit yang mengirim makanan, ikut swadaya membantu membangun rumah baru itu, hingga pernah membuka jalan yang lebih lebar hingga rumah keluarga Wahid.

Namun, menurut Bambang, sebagai tetangga ia mengharapkan agar bantuan berikutnya adalah bagaimana agar anak-anak itu tetap memiliki masa depan baik dengan bersekolah.

“Yang jadi PR bagaimana membuat Wahid itu bisa terus sekolah, jangan sampai putus sekolah seperti kakaknya,” kata Bambang Nurcahya ditemui saat berada di rumah Mbah Kromo.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/12/061700478/wahid-bocah-8-tahun-membantu-ibunya-yang-lumpuh-hingga-jarang-masuk-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke