Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wahid, Bocah 8 Tahun Membantu Ibunya yang Lumpuh hingga Jarang Masuk Sekolah

Kompas.com - 12/02/2022, 06:17 WIB
Dani Julius Zebua,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Hening jadi suasana rumah Kromo Wiyono alias Baiman (84) di Pedukuhan Sambiroto, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekelilingnya sawah dan ladang sayur dan palawija.

Rumah itu jauh dari keramaian kota. Berada di pinggir menghampar luas sawah serasa sepi namun asri.

Selain Mbah Kromo, ada Wagini (40) dan kedua anaknya, yakni Iwan Nursalam (14) dan Muhammad Wahid (8).

Baca juga: Cerita Aditya Pertama Kali Memulung demi Bantu Ibunya

Iwan jarang di rumah. Hanya Wahid yang sering kelihatan berteman sepi dan main sendiri. Teman paling dekat, kata Wahid, berada jauh di seberang sawah.

Aku nduwe ning kono (aku punya “teman” di sana),” kata Wahid menunjuk rumah yang tampak kecil di kejauhan seberang sawah, Jumat (11/2/2022).

Wahid, bocah Kelas 2 Sekolah Dasar Negeri Sambiroto. Ia baru saja pulang dari sekolah, Jumat siang ini. Pihak sekolah sengaja memberi kesempatan Wahid masuk sekolah pada sif siang semasa PTM.

Alasannya, Wahid menghadapi situasi kompleks untuk belajar. Wagini sakit-sakitan di mana tubuhnya mudah lumpuh. Ayahnya pergi entah ke mana sejak umur Wahid satu tahun.

Mbah Kromo sudah renta dan tidak sekuat masih muda. Ia sudah tidak bisa mendengar dan sehari-hari hanya mengumpulkan rumput, ranting, kayu dan dahan kering pohon kelapa untuk kayu bakar.

Sementara Iwan jarang pulang, tidak lagi sekolah, dan menghabiskan hari-harinya di luar rumah.

Baca juga: Aditya, Siswa SMK yang Diam-diam Memulung demi Bantu Ibunya, Dapat Beasiswa

Wahid lantas banyak terlibat dalam membantu Wagini yang lemah, mulai dari membantu memetik sayur di ladang, memotong tunas bambu, sesekali memanjat kelapa, atau membantu pekerjaan yang lain dari ibunya. Semua dilakukan sebelum mulai belajar atau sekolah.

“Ibunya memasak, Wahid merajang (memotong bumbu). Ibunya mencuci, Wahid menjereng (menjemur). Kadang ikut bantu simbah. Pekerjaan itu memang tidak berat, tapi tanggung jawab di rumah itu berbeda dengan anak seusianya,” kata Ernis Meitanti, guru wali kelas dua SDN Sambiroto.

Mengetahui hal ini, pihak sekolah memperbolehkan Wahid masuk sif siang. Dengan demikian, Wahid mempunyai kesempatan membantu keluarganya lebih dulu sebelum sekolah.

Tidak hanya itu, guru kerap mengirim modul belajar pendukung belajar di rumah. Guru sering pula mengirim tugas yang diharapkan bisa digarap Wahid bersama ibunya.

Baca juga: Demi Bantu Ibunya Aditya Siswa SMK Diam-diam Memulung, Jawabannya Saat Ketahuan: Maaf Bunda

Wahid (8) di Pedukuhan Sambiroto, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Wahid (8) di Pedukuhan Sambiroto, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain itu, guru antar jemput tugas sekolah setiap pekan. Saat itu menjadi kesempatan bagi Wahid belajar bila ia tertinggal.

Ernis bahkan mengingat bagaimana guru berupaya meredam minder siswanya ini. Ketika itu, Wahid cuma pakai sandal hingga hari kedua di awal sekolah.

“Memakai sandal dua hari. Kami tidak tegel (tidak tega). Jangan sampai anak minder di sekolah. Kami berikan sepatu biar dia memilih sendiri. Kami ingin dia semangat sekolah,” kata Ernis mengingat lagi masa awal Wahid masuk kelas.

Semua langkah ini, kata Ernis, sebagai upaya mendorong Wahid tetap bisa sekolah.

Namun, hari-hari yang dijalaninya menggerus perhatian Wahid dari sekolah. Ia mulai jarang berangkat sekolah belakangan ini.

Sekolah juga tidak kurang akal. Guru tetap antar jemput tugas sekolah seminggu sekali. “Dia tidak pernah berhenti sekolah. Dia siswa kami. Sampai kapan pun dia siswa kami,” kata Ernis.

Baca juga: Selebgram Bantu Ibunya Kabur dari Penjara Setelah Mengecoh Petugas Keamanan

Kelumpuhan

Kelumpuhan Wagini itu mulai mendera di 2014. Kelumpuhan timbul tenggelam, kadang perlu waktu lama untuk kembali pulih. Puncaknya di 2020.

Ia menderita myasthenia gravis, penyakit yang menyerang saraf dan membuat kelumpuhan otot. Gejalanya, kata Wagini, seperti dirundung rasa malas untuk bergerak. Gejala itu dirasa sejak 1998.

Tak ada cara lain kecuali melawan dengan terus bergerak, meski kelumpuhan sering kambuh dan tak bisa ditolak.

“Dua saudara juga mengalami serupa. Mereka sampai bengkok tulangnya, yang satu punggung, yang satunya kaki. Saya masih paling ringan. Saya melawan dengan terus bergerak,” kata Wagini.

Di rumah, Wagini mengaku semua berbagi peran, termasuk Wahid. Mbah Kromo mengumpulkan dahan kelapa kering, sabut kelapa, kayu kering untuk bahan bakar pawon.

Wagini sendiri memasak hingga mencuci. Sedangkan Wahid memetik sayur di ladang, membeli lauk, ataulah memetik kelapa bila diperlukan.

“Memetik apa saja di kebun, daun pepaya, rebung, bayam, apa saja. Lauk (beli) kalau ada, kalau tidak ya makan sayur seadanya,” kata Wagini.

Mantan perantau ke Jakarta dan Surabaya itu mengakui situasi hidup yang dialaminya berimbas pada sekolah Wahid. Tetapi, ia mengharapkan Wahid tetap sekolah sampai bisa mewujudkan cita-citanya sebagai pengemudi traktor.

“Karena dia lihat di sawah ada orang yang menggunakan traktor, uangnya banyak,” kata Wagini.

Baca juga: Dulu Terkenal, Misca Mancung Kini Bantu Ibunya Jualan Parfum Keliling

Bantuan sejak 2016

Karena kondisi kehidupan mereka, keluarga Mbah Kromo telah lama menerima bantuan pemerintah, yang disalurkan melalui kalurahan, pedukuhan, maupun dinas sosial.

“Sebagai penerima manfaat Program PKH sejak 2016,” kata Parno, dukuh (kepala dusun) Sambiroto, seraya mengurai sejumlah bantuan lain.

Keluarga Mbah Kromo penerima BPNT dalam bentuk sembako, mulai beras, telur ikan, sayur dan tahu tempe, sejak 2020. Bantuan PKH bagi kakek dari Wahid. Belum lagi bantuan sekolah dan pemegang JKN KIS PBI.

Parno juga mengungkap, keluarga Wagini pernah menerima bedah rumah di 2020. Rumah yang dulunya semi permanen kini punya dinding.

Sebagian rumah lama dinding anyaman bambu masih dipertahankan. Rumah lawas menjadi dapur di mana Wagini dan Wahid tetap lebih suka tidur di sana.

Baca juga: Demi Bantu Ibunya, Reza Rahadian Pernah Kerja Potong Rumput Saat Masih SD

Wahid (8) masuk sekolah di SDN Sambiroto di Pedukuhan Sambiroto, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Wahid (8) masuk sekolah di SDN Sambiroto di Pedukuhan Sambiroto, Kalurahan Banyuroto, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari segi penghidupan, Mbah Kromo masih menerima hasil panen sawah yang digarap orang lain. “Bantuan dari banyak donatur tapi tidak bisa saya sebut satu-satu,” kata Parno.

Pada kesempatan lain, Bambang Nurcahya, seorang tetangga satu pedukuhan di Sambiroto mengungkapkan, warga juga turut memperhatikan keluarga Wahid.

Tidak sedikit yang mengirim makanan, ikut swadaya membantu membangun rumah baru itu, hingga pernah membuka jalan yang lebih lebar hingga rumah keluarga Wahid.

Namun, menurut Bambang, sebagai tetangga ia mengharapkan agar bantuan berikutnya adalah bagaimana agar anak-anak itu tetap memiliki masa depan baik dengan bersekolah.

“Yang jadi PR bagaimana membuat Wahid itu bisa terus sekolah, jangan sampai putus sekolah seperti kakaknya,” kata Bambang Nurcahya ditemui saat berada di rumah Mbah Kromo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Kisah Relawan Tagana Sumbawa, 14 Tahun Berada di Garda Depan Bencana Tanpa Asuransi

Regional
14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

14 Mobil Damkar Berjibaku Bersihkan Bandara Sam Ratulangi dari Debu Gunung Ruang

Regional
TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

TKA di Kepri Wajib Bayar Restribusi 100 Dolar AS Tiap Bulan

Regional
Aksi 'May Day' di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Aksi "May Day" di Semarang Ricuh, Polisi Semprotkan Water Canon Saat Gerbang Didobrak Massa

Regional
Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Ayah di Manggarai Timur Diduga Cabuli Anak Kandung sampai Melahirkan

Regional
Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Daftar ke 4 Parpol, Pj Walkot Bodewin Siap Bertarung di Pilkada Ambon

Regional
Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Culik Warga, Anggota Geng Motor di Lhokseumawe Ditangkap

Regional
Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Buruh Demak Terbagi 2, Ikut Aksi di Semarang atau Jalan Sehat Bersama Pemerintah

Regional
Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Selingkuh Dengan Teman Kantor, Honorer di Bangka Barat Dipecat

Regional
Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Pilkada Banten 2024, Airin Rachmi Diany Berharap Restu Megawati dan Cak Imin

Regional
Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Mengenang Mei 1923, Saat Mogok Buruh Lumpuhkan Transportasi Semarang

Regional
Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Curhat Lewat Buku Harian, Remaja di Jember Diperkosa Pamannya Sebanyak 10 Kali

Regional
Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Jalur Aceh-Sumut Diterjang Longsor, Polisi Berlakukan Sistem Buka-Tutup

Regional
17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

17 Sapi di Aceh Mati Disambar Petir

Regional
Modus Penipu Jasa Foto Pernikahan di Lamongan, Minta Transfer Uang tapi Tidak Datang

Modus Penipu Jasa Foto Pernikahan di Lamongan, Minta Transfer Uang tapi Tidak Datang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com