Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri (PPDN) Dinas Perdagangan Nunukan, Syamsul Daris mengatakan, Pemda Nunukan segera turun ke pasar untuk melakukan pendataan dan memastikan kuota kebutuhan sayur untuk masyarakat.
Syamsul juga tidak membantah bahwa kenaikan harga, memang sudah tradisi menjelang Nataru.
Ia bahkan mengakui, Pemda Nunukan tidak bisa melakukan kontrol harga atau memberi kemudahan warga perbatasan dengan membuka pasar murah.
"Paling kita hanya memastikan barang tetap tersedia, kalau kontrol harga kita tidak bisa," katanya.
Baca juga: Jelang Nataru. Bupati Nunukan Larang Mudik dan Minta Satgas Khusus di Gereja Dibentuk
Kenaikan yang terjadi dan menjadi ritual jelang Natal di Nunukan saban tahunnya, dikarenakan jadwal kedatangan kapal swasta yang sering terkendala cuaca bahkan doking, sehingga kedatangan sering tak sesuai jadwal.
Kedatangan Sembako dari wilayah Jawa (Bulog) juga tidak banyak membantu karena jika berbicara harga, masih kalah dengan Sembako dari Sulawesi atau Sembako Malaysia.
"Sembako dari Jawa harganya mahal sampai Nunukan. Memang dari Jawa murah, misalkan gula, dibanderol Rp 12.000, itu harus nambah biaya kapal, belum bayar buruh untuk packing, begitu siap jual harganya bisa sampai Rp 17.000. Sementara gula dari Sulawesi Rp 14.000 dan dari Malaysia tak sampai segitu," kata Syamsul.
Sampai hari ini, Kabupaten Nunukan masih diuntungkan dengan perdagangan tradisional yang menjadi jaminan ketersediaan stok barang di perbatasan RI – Malaysia ini.
"Memang kenaikan harga jelang Nataru bisa dikategorikan hukum pasar, permintaan tinggi, pembeli banyak. Tapi kalau untuk menekan harga, kami tidak akan bisa. Paling kami hanya memastikan stok tetap ada saja," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.