Salin Artikel

Harga Cabai di Nunukan Sudah Capai Rp 100.000 Per Kg, Diduga karena Banyak Petani Pulang Kampung

Salah satu pedagang sayur mayur di Pasar Sentral Inhutani Nunukan Yuyun mengatakan, kenaikan cabai rawit terjadi sejak pertengahan tahun 2021.

"Dulu sekilo paling Rp 40.000, terus naik menjadi Rp 60.000, Rp 80.000 sampai sekarang semakin dekat Natal dan Tahun Baru sudah Rp 100.000 per kilogramnya," ujarnya, Senin (20/12/2021).

Yuyun mengatakan, konsumennya yang biasanya membeli per kilogram juga sekarang mengurangi daya beli mereka.

Para ibu atau pengusaha kuliner di Nunukan sekarang lebih memilih mencampur cabai rawit dengan cabai merah keriting untuk mengakali kenaikan harga tersebut.

"Sejak naik, jarang pembeli yang seperti biasanya langsung beli sekilo dan belanja berapa hari kemudian. Sekarang belinya tiap hari, caranya, mereka beli cabai rawit sedikit, dan cabai keriting sedikit. Kenaikan harga cabai mengurangi keuntungan pedagang makanan pastinya," katanya lagi.

Pendapat Yuyun, dibenarkan Tono, seorang penjual mi ayam di daerah Alun-alun Kota Nunukan.

Tono mengakui, harga cabai yang mahal membuat keuntungannya kian menipis.

"Sudah menjadi risiko penjual. Banyak bahan makanan naik, termasuk telur ayam yang tadinya bisa jual Rp 2000 sebutir, sekarang jadi Rp 3000," katanya.

Mi ayam di Nunukan memang biasa ditambahkan telur rebus dan jeruk nipis.

Jika cabai, telur, dan jeruk nipis ikut naik, mau tak mau harga menu Mie Ayamnya tentu terpaksa dinaikkan juga.

"Tapi kalau saya masih mementingkan kualitas. Biar saya jual Rp 13.000 seporsi dengan keuntungan sangat tipis, asal pelanggan puas, saya masih bertahan untuk tidak naikkan harga," kata Tono.

Tono juga mengakui, untuk mengakali sambal, ia harus belanja cabai setiap hari dengan pertimbangan sambalnya habis dalam sehari. Itu pun harus dicampur cabai keriting.

"Bicara laba, masih jauh dibanding sebelum Nataru atau sebelum pandemi, tapi biarlah untung sedikit asal selalu habis dan konsumen puas. Kita dikenal karena cita rasa, jadi sebisa mungkin kita jaga kualitas. Itu yang menjadi strategi dalam menarik pelanggan," kata Tono.


Petani cabai Nunukan banyak pulang kampung

Salah satu agen penyalur sayuran terbesar di Nunukan, Erwin Wahab, mengakui kenaikan harga cabai rawit menjadi keluhan para konsumen.

Dari informasi sesama penjual yang ia dapat, kenaikan terjadi akibat beberapa factor, hal yang paling dominan adalah siklus kedatangan kapal dari Sulawesi Selatan dan kendala cuaca.

Selain itu, pasokan cabai rawit dan sejumlah sayuran banyak yang dikirim ke Indonesia bagian timur seperti Ambon, NTT, juga NTB.

"Memang saat ini musim hujan mengakibatkan jumlah pengiriman ke Nunukan berkurang. Pangsa pasar untuk wilayah timur sedang bagus, jadi banyak pengiriman ke sana," katanya.

Faktor lain yang juga mempengaruhi pasokan dan harga, adalah banyaknya petani cabai Nunukan yang pulang kampung.

Para perantau yang mayoritas memiliki lahan perkebunan sayur tersebut juga memiliki siklus rutin pulang kampung.

"Petani cabai lokal Nunukan mayoritas perantau. Mereka butuh pulang kampung merayakan hari raya dan tahun baru juga. Imbasnya memang tidak terlalu signifikan karena stok barang tersedia, tapi itu salah satu faktor juga kenapa harga cabai terus naik," jelasnya.

Saat ini, pasar pasar tradisional Nunukan menjual cabai rawit dengan harga Rp 100.000 per kilogram.

Sementara cabai keriting ikut juga naik harga, yang tadinya dijual seharga Rp 40.000 sekarang Rp 60.000 per kilogram.

Erwin berharap, Pemerintah segera memperhatikan kenaikan harga yang terus terjadi.

"Memang ini fenomena rutin tahunan. Tapi cobalah Pemerintah duduk bersama, bagaimana mengatasi harga yang kemungkinan masih bisa terus naik. Kita masih beruntung tertolong juga dengan pasokan dari sebelah (Malaysia)," harapnya.

Namun, ada juga jenis sayur yang harganya turun, seperti tomat yang tadinya Rp 14.000 menjadi Rp 10.000 per kilogram. Hal ini dikarenakan hasil panen yang melimpah.

Di sisi lain, harga palawija tetap stabil. Bawang merah dan bawang putih contohnya, harga kedua bumbu wajib masakan ini, masih tetap Rp 30.000.

"Jenis sayuran yang mulai sulit didapat di Nunukan adalah wortel dan buncis. Dua sayuran ini, jarang tersedia. Bahkan Tawau – Malaysia yang biasanya menjualnya ke Nunukan, saat ini kekurangan stok," kata Erwin lagi.


Pemda Nunukan memastikan stok barang tetap ada

Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri (PPDN) Dinas Perdagangan Nunukan, Syamsul Daris mengatakan, Pemda Nunukan segera turun ke pasar untuk melakukan pendataan dan memastikan kuota kebutuhan sayur untuk masyarakat.

Syamsul juga tidak membantah bahwa kenaikan harga, memang sudah tradisi menjelang Nataru.

Ia bahkan mengakui, Pemda Nunukan tidak bisa melakukan kontrol harga atau memberi kemudahan warga perbatasan dengan membuka pasar murah.

"Paling kita hanya memastikan barang tetap tersedia, kalau kontrol harga kita tidak bisa," katanya.

Kenaikan yang terjadi dan menjadi ritual jelang Natal di Nunukan saban tahunnya, dikarenakan jadwal kedatangan kapal swasta yang sering terkendala cuaca bahkan doking, sehingga kedatangan sering tak sesuai jadwal.

Kedatangan Sembako dari wilayah Jawa (Bulog) juga tidak banyak membantu karena jika berbicara harga, masih kalah dengan Sembako dari Sulawesi atau Sembako Malaysia.

"Sembako dari Jawa harganya mahal sampai Nunukan. Memang dari Jawa murah, misalkan gula, dibanderol Rp 12.000, itu harus nambah biaya kapal, belum bayar buruh untuk packing, begitu siap jual harganya bisa sampai Rp 17.000. Sementara gula dari Sulawesi Rp 14.000 dan dari Malaysia tak sampai segitu," kata Syamsul.

Sampai hari ini, Kabupaten Nunukan masih diuntungkan dengan perdagangan tradisional yang menjadi jaminan ketersediaan stok barang di perbatasan RI – Malaysia ini.

"Memang kenaikan harga jelang Nataru bisa dikategorikan hukum pasar, permintaan tinggi, pembeli banyak. Tapi kalau untuk menekan harga, kami tidak akan bisa. Paling kami hanya memastikan stok tetap ada saja," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/20/170905578/harga-cabai-di-nunukan-sudah-capai-rp-100000-per-kg-diduga-karena-banyak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke