KOMPAS.com - Dua keluarga di Desa Purworejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Jawa Timur mengaku harus membayar biaya pemakaman anggota keluarga mereka yang meninggal karen Covid-19.
Dua keluaga itu kompak menyerahkan uang biaya pemakaman kepada kepada istri mantan Kepala Desa Purworejo Eni Suhartati.
Mereka pun mengaku tak mendapatkan kuitansi dari pembayaran biaya pemakaman tersebut.
Baca juga: Keluarga Korban Covid-19 di Kabupaten Madiun Diminta Biaya Pemakaman, Disebut untuk Mandikan Jenazah
Kasus tersebut berawal saat Sami (70), warga sekitar meninggal pada awal Juli 2021 dan dinyatakan positif Covid-19.
Menurut cucu Sami, Nyaman Wahyudi, pihak keluarga mendapat pesan WhatsApp perincian biaya pemakaman Sami yakni Rp 3 juta.
Dari penjelasan lurah, pihak desa akan memberikan bantuan Rp 1.250.000 dan sumbangan pribadi lurah setempat sebesar Rp 300.000.
Sementara kekurangan Rp 1.470.000 dibayar oleh pihak keluarga. Nyaman kemudian menyerahkan uang itu kepada istri lurah setempat setelah 7 hari meninggalnya Sami.
Saat itu, Nyaman mengaku tak mendapatkan bukti kuitansi pembayaran biaya pemakanan.
Ia juga tak tahu jika sebenarnya biaya pemakanan ditanggung dana desa.
“Kami sebenarnya senang mendapatkan bantuan dari pemerintah desa dan ibu lurah. Tetapi, kami tidak tahu kalau ternyata biaya pemakaman korban Covid-19 juga ditanggung pemerintah desa,” kata Nyaman didampingi istrinya, Jumiati.
Saat sang istri, Warsiati meninggal karena Covid-19 pada akhir Juli 2021, ia juga dimintai biaya pemakaman.
Ia mengaku menyerahkan uang Rp 3 juta kepada keponakannya, Sukirno untuk diserahkan kepada lurah setempat untuk biaya pemakaman.
“Saya menyuruh keponakan saya untuk mengurus biaya pemakaman. Karena saat itu ibu lurah yang akan mencukupi semuanya. Jadi keponakan saya kasih uang Rp 3 juta,” kata Wariman.
Baca juga: Kronologi Pengungkapan Kasus Dugaan Korupsi di PDAM Madiun, Kerugian Negara Capai Rp 263 Juta
Menurutnya, jumlah uang yang diserahkan kepada Eni sebesar Rp 1.380.000, sementara sisanya dikembalikan pada Wariman.
Kepada pihak keluarga, Eni mengatakan biaya peti kotak jenazah disumbang oleh dirinya.
“Katanya biaya yang harus dibayar adalah pemandian dan ambulans, sedangkan biaya peti kotak jenazah itu disumbang dari Bu Lurah. Kekuranganya saya kasih Bu Lurah sebesar Rp 1.380.000,” jelas Sukirno
Seperti Nyaman, Sukirno juga tidak tahu jika biaya pemakaman seharusnya ditanggung pemerintah desa.
Baca juga: Dugaan Korupsi Pemotongan Upah THL PDAM Madiun, Dirut Teknik PDAM Magetan Ditahan
Menurutnya, dua warganya itu meninggal di Puskesmas Krebet-Pilangkenceng yang tidak memiliki layanan tempat pemandian.
“Untuk memandikan jenazah saya bawa di Rumah Sakit Caruban karena di puskesmas tidak ada tempat pemandian. Kemudian dibawa ke rumah sakit. Di sana bayar biaya administrasi di rumah sakit,” ujar Eni, Rabu (8/12/2021).
Baca juga: Wali Kota Madiun Larang Warga Pesta Tahun Baru, Alun-alun Bakal Tutup Jam 8 Malam
Hanya saja, ia mengaku lupa menyimpan kuitansi pembayaran dari RSUD Caruban. Biasanya pembayaran biaya pemandian jenazah selalu ia talangi dulu.
Menurut Eni, bila warga meninggal akibat Covid-19 di rumah sakit maka tidak dikenakan biaya pemandian jenazah.
Dalam kasus ini, dua warga itu meninggalnya di puskesmas.
“Kalau meninggal di puskesmas dikembalikan ke desa. Sementara di desa tidak memiliki fasilitas memandikan jenazah Covid-19, kemudian kami bawa ke RSUD Caruban,” kata Eni.
Ia juga mengatakan biaya pemakaman warga yang meninggal akibat Covid-19 tidak semuanya ditanggung pihak desa karena hanya akan dibantu sesuai kemampuan anggaran desa.
Baca juga: Jadi Calo CPNS, Pria Ini Tipu Warga Madiun hingga Rp 1 Miliar, Uangnya Dipakai untuk Nikah Lagi
“Peti jenazah senilai Rp 1 juta, sewa kendaraan Rp 250.000, dan jasa petugas pemakaman Rp 600.000 untuk enam orang,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, pemerintah desa tidak memiliki kemampuan anggaran bila harus menanggung semua biaya pemakaman jenazah Covid-19 yang saat itu berjumlah sembilan orang.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Madiun Joko Lelono secara terpisah mengatakan, Pemkab Madiun memberikan kewenangan penggunaan alokasi dana desa untuk penanganan Covid-19.
Salah satunya untuk membiayai pemakaman warga yang meninggal Covid-19 yang besarannya tergantung kesepakatan masing-masing desa.
“Kita sudah sediakan semua lewat refocusing dana desa dan APBDes untuk penanganan Covid-19,” kata Joko.
Baca juga: Ditemukan Anak Panti Asuhan di Depan TK, Ini Kronologi Penemuan Bayi Dalam Kardus di Madiun
Rumah sakit milik Pemkab Madiun itu hanya membebankan uang pengganti kain kafan senilai Rp 500.000.
Penjelasan itu sekaligus membantah pernyataan yang disampaikan istri mantan Kades Purworejo, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun, Eni Suhartati sebesar satu jutaan rupiah.
Baca juga: Detik-detik Truk Pengangkut Besi, Cat, dan Tiner Terbakar di Tol Madiun-Kertosono, Sopir Selamat
Menurut Widarto saat jenazah itu dibawa ke rumah sakit disarankan agar ditangani tim di desa untuk pemandian dan pengkafanannya, namun saat itu petugas desa belum siap.
“Kemudian ibu Eni meminta bantuan ke saya. Sebenarnya peraturan di rumah sakit tidak boleh karena bukan tanggung jawab rumah sakit,” kata Widarto.
Widarto mengatakan saat dibawa ke rumah sakit, pihak puskesmas atau keluarga tidak membawa peralatan apapun untuk memandikan dan mengkafani.
Baca juga: Pecah Ban, Truk Pengangkut Besi dan Cat Terbakar di Jalan Tol Madiun-Kertosono
Untuk itu ia hanya meminta kain yang digunakan untuk mengkafani dua jenazah itu diganti dengan uang sebesar Rp 500.000 per jenazah.
“Saya sampaikan ke Bu Eni nanti kain kafannya diganti sekitar Rp 500.000. Kalau sampai Rp 1,4 juta tidak. Biaya yang dikeluarkan hanya mengganti kain kafan saja,” ujar Widarto.
Ia mengaku membantu memandikan sekaligus mengkafani dua jenazah pasien Covid-19 lantaran pertimbangan kemanusiaan.
“Daripada jenazah itu terlunta-lunta,” ungkap Widarto.
Baca juga: Jasad Bayi Laki-laki Ditemukan Terbungkus Tas Kresek di Kuburan Madiun
Menurutnya saat itu ada stok kain kafan di rumah sakit, namun hanya diperuntukkan bagi jenazah yang berasal dari rumah sakit.
“Di belakang ada stok. Kemudian dipakai ya harus ganti lagi. Kalau stok lima dipakai satu maka harus diganti lagi,” ungkap Widarto.
Ia menambahkan seandainya jenazah itu dari rumah sakit maka gratis. Namun lantaran berasal dari luar rumah sakit maka hanya mengganti kain kafan saja.
Baca juga: Kronologi Pejalan Kaki Tewas Ditabrak Truk Tangki di Madiun
Koordinator Petir, Rizal Simanjuntak menuturkan aduan dugaan korupsi dilaporkan setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
“Sangat disayangkan karena masyarakat yang terdampak Covid-19 itu kan ekonomi lemah. Jadi pihak seharusnya membantu,” kata Rizal.
Baca juga: KAI Madiun Bagi-bagi Tiket KA Gratis untuk Guru, Nakes, dan Veteran, Berlaku Sampai 30 November
Soal kerugian yang diderita warga, Rizal menyampaikan masih sementara tahap evaluasi terlebih dahulu di kejaksaan.
“Masyarakat di sini dimintai tambahan anggaran untuk biaya pemakaman Covid-19. Seharusnya pemerintah desa menanggung karena pemerintah daerah sudah menyampaikan agar dana desa untuk penanggulangan covid-19. Apalagi untuk biaya pemakaman jenazah Covid-19,” jelas Rizal
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Muhlis Al Alawi | Editor : Priska Sari Pratiwi, Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.