Konon, para dewa-lah yang memindahkan gunung ini dari India ke Pulau Jawa. Konon lagi, pemindahan dilakukan untuk memaku Pulau Jawa agar tidak njomplang alias condong ke barat.
Hikayat campur tangan para dewa menempatkan Gunung Semeru di Pulau Jawa dikutip antara lain oleh Denys Lombard dalam buku jilid ketiga Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-kerjaan Konsentris.
Merujuk pada naskah Jawa abad ke-16, Tantu Panggelaran—ada yang menyebut juga Tantu Pagelaran—, Lombard mengutip kisah Bhatara Guru (Siva atau Shiwa) bertapa di Gunung Dieng.
Dalam semedinya, Bhatara Guru meminta kepada Dewa Brahma dan Dewa Wisnu agaru Pulau Jawa diberi penghuni. Atas permintaan itu, Dewa Brahma mencipta kaum lelaki dan Wisnu mencipta perempuan.
Tak berhenti di situ, para dewa pun memutuskan untuk tinggal di Pulau Jawa dengan sekalian memindahkan Gunung Meru—salah satu penamaan untuk Gunung Semeru—dari Negeri Jambudvipa alias India.
Sejak itu, Jawa menjadi bumi kesayangan para dewata. Adapun Gunung Semeru disebut sebagai pinkalalingganingbhuwana, lingga bagi dunia.
Tidak heran, bukan, bila Dewa 19 sampai menyebutnya puncak abadi para dewa dalam lirik lagu Mahameru?.
Gunung Semeru erupsi pada Sabtu (4/12/2021) bukanlah untuk kali pertama. Letusan gunung ini pertama kali dicatat terjadi pada 8 November 1818.
Jarak antara satu erupsi Gunung Semeru dan erupsi berikutnya bisa dibilang tak panjang, tetapi tak tetap juga. Kadang-kadang, setiap tahun ada erupsi, bahkan bisa lebih dari sekali dalam setahun, tetapi bisa pula berjeda 11 tahun baru ada erupsi lagi.
Fakta tersebut setidaknya merujuk pada penggalan data dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sebelum erupsi pada Sabtu ini, misalnya, Gunung Semeru batuk-batuk setidaknya dua kali pada 2020.
Dari banyak kali Gunung Semeru erupsi, peta geologi sekaligus peta kerawanan bencananya cukup rinci.
Keterangan lebih rinci dari peta geologi Gunung Semeru bisa diakses melalui link ini. Adapun peta kerawanan bencana Gunung Semeru bisa dibaca lebih lanjut di link ini.
Terkait peta kerawanan ini, faktor angin dan cuaca juga berpengaruh. Erupsi pada Sabtu (4/12/2021) terpantau mengarah ke Besuk Kobokan. Bukan berarti yang lain tidak waspada, karena angin juga bisa membelokkan arah embusan awan panas, misalnya.
Pada peta kerawanan bencana di atas, jalur Besuk Kobokan ada di "urat" panjang yang memadukan warna kuning dan merah bersamaan di sisi kanan arah pandang kita.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.