KUPANG, KOMPAS.com - Status rusa di Indonesia hingga saat ini masih merupakan satwa liar yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Populasi rusa di alam semakin menurun, akibat adanya perburuan liar untuk berbagai kepentingan, perusakan habitat karena pertambahan penduduk yang cenderung meningkat, serta pola peladangan yang berpindah-pindah khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Rusa timor (Rusa timorensis), merupakan satu dari delapan sub spesies rusa timor, yang ada di NTT.
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang, Erwin, mengatakan, penyebaran rusa timor di NTT, terdapat di pulau Timor, Alor (Pulau Kambing, Pantar dan Pulau Rusa), Rote, dan pulau Semau.
Baca juga: Serda Putra Rahadi Gugur, Praka Suheri Terluka dalam Kontak Senjata dengan KKB
Erwin menuturkan, jika satwa ini terus diburu tanpa adanya upaya untuk menjaga kelestariannya, suatu saat akan mengalami kepunahan.
Sehingga, lanjut Erwin, untuk menyelamatkan dan mencegah rusa timor dari kepunahan, diperlukan upaya pelestarian di luar habitat alami (ex-situ) yakni dengan cara penangkaran.
"Penangkaran adalah teknik budidaya satwa yang dilakukan di suatu tempat tertentu guna memperbanyak populasi, untuk kemudian dilepas kembali ke alam atau dimanfaatkan," kata Erwin, kepada Kompas.com, Jumat (4/12/2021).
Erwin menuturkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2005 tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar, disebutkan, penangkaran sebagai upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
Sedangkan pengembangbiakan satwa adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (seksual) maupun tidak kawin (aseksual) dalam lingkungan buatan dan atau semi alam serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
Dia mengatakan, satwa liar rusa timor sampai saat ini masih termasuk satwa yang dilindungi.
Namun, dengaan dikeluarkannya Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2005, Rusa Timor mempunyai peluang untuk dikembangkan dan diperjualbelikan sesuai dengan Pasal 21 Ayat 1 yang berbunyi, "Spesimen hasil pengembangbiakan satwa liar generasi kedua (F2) dan generasi berikutnya dari jenis yang dilindungi, dapat dimanfaatkan untuk keperluan perdagangan dengan izin sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri".
Kaitannya dengan pemuliaan ternak khusus rusa timor yang berasal dari alam (F0) dan generasi pertama (F1) tidak bisa dikawinsilangkan, baik antar jenis maupun antar anak jenis.
Kecuali, kata Erwin, khusus untuk kepentingan riset atau penelitian untuk mendukung pengembangan budidaya peternakan, hal itu boleh dilakukan.
Sedangkan, mulai generasi kedua (F2) dan seterusnya boleh dilakukan kawin-silang, tetapi keturunannya tidak boleh dikembalikan ke alam.
Secara umum, lanjut Erwin, penangkaran rusa terbagi atas tiga sistem yakni sistem terkurung, semi terkurung, dan sistem bebas.
Tetapi, penetapan sistem penangkaran, tergantung pada ketersediaan dana atau biaya, luas lahan, dan tenaga kerja.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.