KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku memutuskan pihak Pangkalan TNI AL (Lanal) Aru menang dalam kasus sengketa lahan dengan warga adat Desa Marefenfen, pada pertengahan pekan, Rabu (17/11/2021).
Putusan ini berbuntut penolakan dari warga yang tak terima hingga merusak kantor pengadilan.
Warga juga sempat menyegel secara adat atau disebut dengan istilah sasi sejumlah fasilitas umum seperti bandara dan pelabuhan hingga kantor bupati dan DPRD Aru, termasuk pengadilan.
Baca juga: Kasus Sengketa Lahan di Aru, Hakim PN Dobo Akan Dilaporkan ke Mahkamah Agung
Penyegelan ini dilakukan sebagai bentuk kekecewaan warga atas putusan hakim.
Kini, bandara dan pelabuhan telah kembali beroperasi, namun hingga Jumat (19/11/2021), kantor bupati dan DPRD Aru masih disegel.
Sengketa Lahan
Berdasarkan keterangan warga Desa Marefenfen, Oca Daelagoy, lahan yang disengketakan warga dengan TNI AL itu ada di Desa Marefenfen, Kecamatan Aru Selatan dengan luas 689 hektar.
"Itu diambil TNI AL pada 1991. Jadi dulu mereka datang langsung ukur patok dan merampas tanah itu," ujarnya.
Saat itu, TNI AL mendatangi desa dan membuat patok.
Beberapa waktu kemudian mereka datang dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan mengukur lahan.
Baca juga: Danlantamal soal Sengketa Lahan di Aru: Tak Ada Intervensi
TNI AL kemudian disebut memanipulasi dukungan warga untuk mengakui tanah tersebut milik TNI AL.
Bahkan dari keterangan kuasa hukum masyarakat adat Marafenfen, Semuel Waileruny, TNI AL memanipulasi dukungan 100 warga berupa kesepakatan pelepasan lahan.
Sementara pada dokumen yang digunakan itu tercantum warga yang sudah tidak berada di Aru dan sebagian lagi masih anak-anak.
Bantah Rampas
Pihak TNI AL membantah telah merampas tanah seluas 689 hektar milik warga adat Desa Marafenfen tersebut.