Alimufi berharap, buku 'Panggil Saya Budi Darma' tersebut bisa mengisi ceruk wawasan anak negeri tentang sosok sastrawan besar Indonesia yang dikenal dunia.
Selain itu, juga dapat menginspirasi banyak orang dan anak-anak muda bangsa Indonesia.
"Pribadi yang langka dan menawan seperti ini perlu kita kenang dan abadikan lewat karya, sehingga nilai dan prinsip hidupnya terwariskan dari generasi ke generasi," tutur dia.
Baca juga: Sastrawan dan Akademisi Budi Darma Meninggal Dunia
Hananto Widodo, putra Budi Darma yang juga hadir dalam acara tersebut menyampaikan bahwa Guru Besar Unesa itu memang memiliki sikap yang unik.
Kata Hananto, sebagai sastrawan Budi Darma begitu liar dan ganas.
Sementara dalam kehidupannya sehari-hari, Budi Darma justru dikenal sebagai seorang yang santun dan halus.
"Bapak itu paling enggak suka dengan orang yang angkuh dan sombong, baru dapat predikat ini dan itu saja sudah merasa sok jago dan lebih paham dari yang lain," ucap Hananto.
Baca juga: Mahasiswa Unesa Adinda Larasati Dewi Raih 4 Emas untuk Jatim hingga Pecahkan Rekor PON XX Papua
Selain tidak ingin dipanggil profesor, kata Hananto, Budi Darma juga tidak menggunakan gelar Raden pada namanya.
Gelar Raden hanya melekat pada nama Budi Darma sampai jenjang sekolah menengah pertama (SMP) saja. Setelah itu, gelar Raden sudah tidak digunakan lagi.
"Yang seperti ini semacam jadi kekuatan dan warna tersendiri dalam keluarga besar kami. Prinsipnya bagaimana hidup ini disikapi dengan bijak dan sederhana," terang Hananto.
Baca juga: Budi Darma