Kakak sepupunya itu meminta Yesti berkuliah dan bersedia menanggung biayanya. Namun, Yesti diminta berkuliah di Malang atau Yogyakarta.
"Karena katanya di sana murah," cerita Yesti.
Yesti pun memutuskan kuliah. Hanya saja, ia tak mau membebankan biaya kepada saudarannya itu.
Keinginan kuliah itu disampaikan kepada majikannya. Tak disangka, keinginan Yesti didukung.
"Dari situ saya punya tekad untuk kuliah. Saya coba cari-cari perguruan tinggi di Surabaya," kata Yesti.
Yesti memilih Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. Ia mengambil jurusan Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Pada Juli 2014, Yesti mendaftar kuliah di Unitomo. Saat itu, biaya pendaftaran sekitar Rp 4 juta. Sementara, ia hanya memiliki uang Rp 2,5 juta.
"Jadi saat itu saya benar-benar nekat supaya bisa kuliah. Uang 2,5 juta itu saya bawa ke kampus," tutur Yesti.
Dengan keterbatasan itu, Yesti nekat agar bisa diterima sebagai mahasiswa di Unitomo. Ia memelas kepada satpam agar diizinkan masuk ke ruang petugas pendaftaran.
"Kemudian, kepada petugas di dalam yang mengurus pendaftaran mahasiswa itu, saya bilang bahwa saya cuma punya uang 2.500.000. Apa saya bisa kuliah di sini?" kata Yesti.
Setelah berunding sekian lama, Yesti diizinkan mendaftar kuliah. Mereka sepakat sisa biaya pendaftaran dicicil setiap bulan.
"Jadi uang saya Rp 2.500.000 itu bisa untuk bayar DP biaya pembangunan dan uang pendaftaran Rp 350.000 dan biaya daftar ulang. Sisanya dibayar pada bulan-bulan berikutnya dengan perjanjian, termasuk sama uang SPP," kata Yesti.
Perjalanan baru Yesti pun dimulai. Kini, ia tak hanya seorang ART, tetapi juga mahasiswa di Surabaya. Ia bekerja sambil kuliah.
Yesti pun disiplin membagi waktu agar pekerjaannya dan kuliahnya tidak keteteran.
Kuliahnya dijalani dengan mulus selama dua tahun. Sepanjang 2014-2016, Yesti bisa membagi waktu dengan baik, pekerjaan sebagai ART rampung, kuliahnya juga lancar.
Akhirnya sarjana
Pada 2017, Yesti memutuskan cuti kuliah karena masalah yang dimilikinya. Setelah melalui ujian yang dihadapinya itu, Yesti kembali kuliah pada 2019.
"Saya sedih kalau sampai saya tidak bisa menyelesaikan kuliah saya saat itu. Akhirnya saya putuskan kembali ke kampus," ucap dia.
Yesti pun mendapatkan kesempatan menyelesaikan kuliahnya. Kepala prodinya saat itu menyebut, Yesti harus selesai dalam dua tahun.
"Pokoknya tahun 2021 saya sudah harus selesai. Kalau tidak, ya, saya sudah kena DO dari kampus," kata Yesti.
Dalam dua tahun, Yesti menyelesaikan mata kuliah yang belum diambil. Ia lalu mengerjakan skripsi dengan judul "Pengaruh Self Regulated Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Islam Raden Paku Surabaya".