Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Tahun Merantau Jadi ART di Surabaya, Yesti Kini Sudah Sarjana dan Jadi Manajer Restoran Italia

Kompas.com - 10/10/2021, 09:26 WIB
Dheri Agriesta

Editor

KOMPAS.com - Perjuangan hidup perempuan asal Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT) Yesti Rambu Jola Pati, penuh lika-liku.

Perempuan itu nekat merantau di usia 18 tahun ke Surabaya. Saat itu, Yesti berangkat ke Surabaya untuk menjadi asisten rumah tangga (ART).

Delapan tahun berlalu, kini Yesti sudah memperoleh gelar sarjana pendidikan matematika dari Universitas dr Soetomo Surabaya.

Yesti juga akan meninggalkan pekerjaannya sebagai ART. Ia didapuk menjadi manajer sebuah restoran Italia di Surabaya.

Keputusan merantau ke Surabaya

Kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor utama yang membuat Yesti merantau ke Surabaya. Ia memiliki keinginan kuat memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

Yesti masih ingat alasan yang membuatnya mantap merantau. Pernah satu hari, orangtuanya menangis saat makan malam keluarga.

Kedua orangtua terisak memikirkan kakak Yesti yang sedang kuliah di Kupang.

"Orangtua saat itu bilang, 'kita di sini bisa makan, lalu bagaimana dengan kakak kamu yang di Kupang, dia sudah makan apa tidak?'," kata Yesti menirukan perkataan orangtuanya saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (7/10/2021).

"Yang membuat saya sedih, saat saya melihat kedua orangtua saya meneteskan air mata. Melihat kondisi ekonomi keluarga juga seperti itu, kakak saya juga kuliah dan harus dibiayai," ujar Yesti.

Ketika peristiwa itu terjadi, Yesti baru menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Ia pun mendapat informasi lowongan kerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Surabaya dari tetangganya.

Baca juga: Siswi SMP di Buru Selatan Dinikahkan dengan Tokoh Agama, Guru dan Temannya Unjuk Rasa

Setelah mempertimbangkan dengan matang, Yesti memutuskan mengambil pekerjaan itu.

"Bermula dari situ, saya bertekad untuk bisa memperbaiki taraf hidup keluarga saya. Karena kebetulan ada yang mencari tenaga kerja, saya menawarkan diri agar saya bisa bekerja dan bisa membantu mengurangi beban orangtua," kata Yesti.

Keinginan Yesti itu sempat ditentang orangtuanya, mereka tak memberi izin. Alasannya, mereka tak memiliki kenalan dan keluarga di Surabaya.

Namun, keinginan Yesti untuk pergi ke Surabaya sudah bulat.

Pada Juli 2013, Yesti yang saat itu berusia 18 tahun, pergi ke Surabaya, membuka lembaran baru dalam kehidupannya.

Merantau tak membawa uang

Saat pergi ke Surabaya, Yesti sama sekali tak membawa uang. Ia hanya membawa dua pasang pakaian, termasuk yang dipakai di badan.

"Saya sama sekali tidak bawa uang, saat itu, karena memang tidak punya uang, handphone pun tidak ada saat itu," kata Yesti.

Untuk membeli tiket mobil travel dari rumah ke Pelabuhan Waingapu, Sumba Timur, Yesti meminjam uang temannya.

Perjalanan dengan mobil itu ditempuh sekitar dua jam. Tiba di Pelabuhan Waingapu, Yesti nekat masuk kapal tanpa membeli tiket.

Perjalanan menggunakan kapal dari Pelabuhan Waingapu menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ditempuh selama 37 jam. Di kapal, Yesti selalu sembunyi saat ada pemeriksaan tiket.

 

Untuk makan selama di kapal, ia mengambil sisa makanan penumpang lain. Yesti tak pernah menyangka bisa melewati 37 jam perjalanan di kapal tersebut dan tiba di Surabaya.

"Jadi saat itu saya benar-benar nekat. Apa pun risiko yang akan terjadi nanti, saya akan terima," kata Yesti.

Sejak memutuskan meninggalkan kampung halaman, Yesti selalu yakin bisa menggapai mimpi-mimpinya.

"Saat berangkat ke Surabaya, saya punya keyakinan tersendiri bahwa saya pasti bisa. Mungkin semua sudah diatur sama Tuhan," ucap Yesti.

Perjalanan baru Yesti di ibu kota Provinsi Jawa Timur itu pun dimulai.

"Mungkin ini juga bagian dari rencana Tuhan, saya bisa lolos di kapal dan sampai Surabaya dan semuanya berjalan lancar saat itu," tutur dia.

Perjalanan awal sebagai ART

Yesti langsung bekerja sebagai ART di kediaman salah seorang pengusaha parfum di Nginden Intan Barat, Surabaya.

Sebulan bekerja, Yesti mendapatkan gaji pertama dari majikannya. Namun, ia belum bisa menikmati hasil jerih payahnya.

Meski jumlahnya tak seberapa, Yesti mengirim gaji pertamanya ke kampung halaman. Ia juga membayar utang kepada temannya untuk beli tiket travel.

"Itu saya ingat sekali. Gaji pertama saya langsung bayarkan pada teman yang uangnya sempat saya pinjam untuk bayar travel. Terus langsung bantu kakak dan orangtua. Saya belum bisa menikmati gaji saya," ucap Yesti.

Baca juga: Beredar Pesan Berantai Kasus Covid-19 di Surabaya Meningkat, Satgas Pastikan Hoaks

Bulan kedua bekerja sebagai ART, Yesti menggunakan gajinya untuk membeli pakaian. Pada bulan berikutnya, ia selalu mengirim uang bulanan kepada orangtua di kampung.

"Setiap bulan saya dapat gaji, uangnya saya bagi-bagi untuk orangtua dan kakak-kakak saya. Sampai sekarang, setiap bulan masih kirim uang untuk keluarga," ucap anak kelima dari enam bersaudara itu.

Meski bekerja sebagai ART, ia mengaku senang karena bisa membantu keluarga dan mengurangi beban yang dipikul orangtuanya.

Yesti, bahkan mulai bisa menabung. Dari tabungan itu pula, Yesti akhirnya bisa kuliah dan menjadi sarjana.

Perjuangan kuliah

Niat untuk melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi tidak pernah ada di benak Yesti. Sebab, ia merantau ke Surabaya hanya untuk bekerja dan membantu orangtua.

Meski Yesti mengakui pernah punya cita-cita untuk bisa sekolah tinggi, asa itu selalu pupus. Ia menyadari, dengan segala keterbatasan, terutama secara ekonomi, ia merasa tak mungkin bisa menempuh pendidikan tinggi.

Jika hal itu ia lakukan, ia khawatir tidak bisa memberi kiriman uang lagi untuk keluarga di kampung halaman.

"Awal ke Surabaya tidak ada niat untuk kuliah. Karena saya sadar diri dengan keadaan ekonomi saya dan tidak mau menyakiti perasaan saya sendiri," kata Yesti.

"Saya dulu sudah tahu diri kalau saya tidak bisa melanjutkan cita-cita saya karena keterbatasan ekonomi. Saat itu, memikirkan kuliah pun sama sekali tidak ada. Karena saya sudah tahu dengan kondisi keluarga seperti apa," imbuh dia.

Pada 2014, ia mendapat telepon dari kakak sepupunya yang bekerja di Singapura. Kakaknya menilai, Yesti merupakan anak berbakat.

 

Kakak sepupunya itu meminta Yesti berkuliah dan bersedia menanggung biayanya. Namun, Yesti diminta berkuliah di Malang atau Yogyakarta.

"Karena katanya di sana murah," cerita Yesti.

Yesti pun memutuskan kuliah. Hanya saja, ia tak mau membebankan biaya kepada saudarannya itu.

Keinginan kuliah itu disampaikan kepada majikannya. Tak disangka, keinginan Yesti didukung.

"Dari situ saya punya tekad untuk kuliah. Saya coba cari-cari perguruan tinggi di Surabaya," kata Yesti.

Yesti memilih Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. Ia mengambil jurusan Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Pada Juli 2014, Yesti mendaftar kuliah di Unitomo. Saat itu, biaya pendaftaran sekitar Rp 4 juta. Sementara, ia hanya memiliki uang Rp 2,5 juta.

"Jadi saat itu saya benar-benar nekat supaya bisa kuliah. Uang 2,5 juta itu saya bawa ke kampus," tutur Yesti.

Dengan keterbatasan itu, Yesti nekat agar bisa diterima sebagai mahasiswa di Unitomo. Ia memelas kepada satpam agar diizinkan masuk ke ruang petugas pendaftaran.

"Kemudian, kepada petugas di dalam yang mengurus pendaftaran mahasiswa itu, saya bilang bahwa saya cuma punya uang 2.500.000. Apa saya bisa kuliah di sini?" kata Yesti.

Baca juga: Kisah Alex, Atlet Atletik Asal Kepulauan Meranti Pakai Sepatu Pinjaman Saat Bertanding hingga Raih Emas

Setelah berunding sekian lama, Yesti diizinkan mendaftar kuliah. Mereka sepakat sisa biaya pendaftaran dicicil setiap bulan.

"Jadi uang saya Rp 2.500.000 itu bisa untuk bayar DP biaya pembangunan dan uang pendaftaran Rp 350.000 dan biaya daftar ulang. Sisanya dibayar pada bulan-bulan berikutnya dengan perjanjian, termasuk sama uang SPP," kata Yesti.

Perjalanan baru Yesti pun dimulai. Kini, ia tak hanya seorang ART, tetapi juga mahasiswa di Surabaya. Ia bekerja sambil kuliah.

Yesti pun disiplin membagi waktu agar pekerjaannya dan kuliahnya tidak keteteran.

Kuliahnya dijalani dengan mulus selama dua tahun. Sepanjang 2014-2016, Yesti bisa membagi waktu dengan baik, pekerjaan sebagai ART rampung, kuliahnya juga lancar.

Yesti Rambu Jola Pati (27), perempuan muda asal Sumba Tengah, NTT, yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) telah berhasil menyelesaikan studi dan meraih gelar sarjana Pendidikan Matematika di Unitomo, Surabaya.DOK. YESTI RAMBU JOLA PATI Yesti Rambu Jola Pati (27), perempuan muda asal Sumba Tengah, NTT, yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) telah berhasil menyelesaikan studi dan meraih gelar sarjana Pendidikan Matematika di Unitomo, Surabaya.

Akhirnya sarjana

Pada 2017, Yesti memutuskan cuti kuliah karena masalah yang dimilikinya. Setelah melalui ujian yang dihadapinya itu, Yesti kembali kuliah pada 2019.

"Saya sedih kalau sampai saya tidak bisa menyelesaikan kuliah saya saat itu. Akhirnya saya putuskan kembali ke kampus," ucap dia.

Yesti pun mendapatkan kesempatan menyelesaikan kuliahnya. Kepala prodinya saat itu menyebut, Yesti harus selesai dalam dua tahun.

"Pokoknya tahun 2021 saya sudah harus selesai. Kalau tidak, ya, saya sudah kena DO dari kampus," kata Yesti.

Dalam dua tahun, Yesti menyelesaikan mata kuliah yang belum diambil. Ia lalu mengerjakan skripsi dengan judul "Pengaruh Self Regulated Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP Islam Raden Paku Surabaya".

 

Setelah skripsinya rampung, Yesti mendapat kabar bisa ikut sidang skripsi. Ia menangis seharian mendengar kabar itu.

Ia masih tak percaya, perjuanangan selama delapan tahun merantau akhirnya berbuah manis.

Tangis bahagia itu kembali membasahi wajah Yesti ketika ia selesai mengikuti sidang skripsi dan dinyatakan lulus sebagai sarjana pendidikan.

"Sampai tidak punya foto, tidak seperti teman mahasiswa lain yang setelah dinyatakan lulus bisa senang-senang. Saya menangis seharian. Puji Tuhan, saya bisa selesai," tutur Yesti.

Yesti berterima kasih kepada semua orang yang telah mendukungnya sampai sekarang. Orangtua, kata dia, punya peran penting dalam perjalanan hidupnya.

Mereka selalu menghidupkan semangat, menyalakan harapan untuk saya tetap berjuang meraih mimpi dan cita-cita saya," kata Yesti.

Yesti juga tak melupakan peran majikannya yang mendukung penuh keinginan berkuliah. Menurutnya, sang majikan menjadi saksi perjuangannya meraih gelar sarjana.

"Saya kerja jadi ART sambil pegang laptop, sambil belajar, sambil baca, garap tugas kampus dan lain lain, merekalah saksinya," ucap Yesti.

Pada 25 September 2021, Yesti mengikuti prosesi wisuda di Dyandra Convention Hall Surabaya. Kebahagiannya memuncak.

Yesti tak menyangka, lika-liku kehidupan membawa dirinya menjadi orang yang lebih kuat.

Baca juga: Yesti Rambu Jola Pati, ART yang Raih Gelar Sarjana Akan Jadi Manajer Restoran Italia di Surabaya

Ia berharap, jerih payah dan perjuangan yang dilalui bisa mengubah derajat ekonomi keluarga.

"Saya terharu dengan diri saya sendiri. Meski orangtua tidak bisa melihat saya saat wisuda, mereka bangga. Semua ikut bangga dan saya merasa benar-benar bahagia," tutur Yesti.

Dapat pekerjaan baru sebagai manajer restoran

Setelah menyandang gelar sarjana, Yesti mendapat tawaran pekerjaan baru dari majikannya. Yesti tak lagi diminta bekerja sebagai ART.

Yesti menyebut, anak majikannya memiliki sebuah restoran yang menjual masakan khas Italia di kawasan Surabaya Barat. Restoran itu baru dibuka pada November.

"Kebetulan saya dapat job baru dari majikan. Karena anaknya ini kan punya restoran," ujar Yesti.

Yesti diangkat sebagai manajer di restoran tersebut.

"Jadi saya diminta untuk ikut anaknya untuk menjabat sebagai manajer di restoran itu," kata Yesti.

Kini, Yesti sibuk mengecek kesiapan restoran tersebut bersama anak majikannya. Selain itu, ia juga membantu calon ART yang hendak menggantikan posisinya untuk beradaptasi.

"Beberapa hari lalu masih ada yang harus direnovasi. Jadi masih sering wara-wiri. Berangkat kerja pagi pulang malam," tutur dia.

Meski telah mendapatkan pekerjaan baru sebagai manajer, untuk sementara ini ia masih menggeluti pekerjaan lamanya sebagai ART.

 

Sebulan kemudian, ia baru memulai pekerjaan baru sebagai manajer restoran khas Italia di Surabaya Barat.

"Sementara ini masih jadi ART dan bulan depan baru bekerja di restoran itu," ucap Yesti.

Yesti mengaku bersyukur dengan semua yang didapatkan saat ini. Hasil ini, kata dia, merupakan buah dari sikap tidak mudah putus asa.

Meski perjuangan yang dilewati tidak mudah, Yesti tetap sukses karena gigih mermperjuangkan mimpinya.

Baca juga: Perjuangan Yesti Rambu Jola Pati: Bekerja sebagai ART hingga Jadi Sarjana Pendidikan Matematika

"Meski bukan dari latar belakang keluarga kaya raya, siapa pun bisa mencapai kesuksesan menurut versi masing-masing. Intinya, selalu berusaha dan jangan mudah putus asa," kata Yesti.

Ia juga mengingatkan untuk tidak merasa malu atau minder bekerja apa saja.

"Buat saya semua pekerjaan itu saya anggap mulia. Walaupun kita bekerja sebagai ART, jangan pernah malu. Dulu saya sering ditanya teman kampus, saya selalu jujur kalau saya kerja sebagai ART," tutur dia.

(KOMPAS.com/Kontributor Surabaya, Ghinan Salman)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Regional
Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Regional
Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi 'Saling Lempar'

Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi "Saling Lempar"

Regional
9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com