Koordinator Kelompok Peternak Ayam Petelur (Ketat) Sejahtera Mandiri Lampung, Yoce H Sodak mengatakan banyak rekannya tak bisa membayar kredit bank sejak dua bulan terakhir.
"Mohon kiranya ada perhatian dari pemerintah atas turunnya harga telur ini," kata Yoce saat audiensi.
Baca juga: Peternak Duga karena Jokowi, Harga Telur di Blitar Merangkak Naik ke Rp 16.000 Per Kg
Menurutnya sebagian peternak mengandalkan pinjaman bank untuk memulai usaha mereka.
"Kebanyakan rekan kami ini peternak kecil, yang di bawah 5.000 ekor. Modal awal sebagian besar minjam ke bank," kata Yoce usai audiensi.
Yoce mengatakan, harga pakan pabrikan saat ini mencapai Rp 345.000 - Rp 360.000 per sak. Sementara, harga jual telur di tingkat peternak turun drastis, mencapai Rp 17.000 per kilogram.
Saat harga telur normal, para peternak masih bisa menyelesaikan cicilan kredit mereka tiap bulan.
"Sekarang, modal pinjaman saja tidak terbayarkan," kata Yoce.
Untuk itu, Yoce juga meminta agar pemerintah bisa memfasilitasi relaksasi kredit bagi peternak ayam petelur ini.
"Sudah banyak yang gulung tikar. Di Merbau Mataram (Lampung Selatan), tinggal 12 orang dari 36 peternak yang bertahan. Kandangnya sudah kosong, sudah dijualin ayamnya karena enggak sanggup beli pakan, bayar cicilan," kata Yoce.
Baca juga: Bantuan 1.000 Ton Jagung Kementan Segera Habis, Peternak Ayam Blitar Tunggu Kepastian Janji Jokowi
"Pengaruh buruk akibat harga telur yang anjlok adalah beberapa peternak rakyat atau peternak mandiri mulai menutup usahanya," ucap dia dikutip dari laman IPB, Senin (20/9/2021).
Apabila ini tidak segera diatasi, kata dia, maka ke depannya masyarakat akan mengalami krisis pangan, khususnya telur ayam sebagai pangan bergizi tinggi sumber protein hewani.
Harga telur di beberapa daerah di Indonesia, seperti Blitar mencapai Rp 13.000 per kilogram (kg).
Baca juga: Harga Telur Ayam Anjlok, Ini Penjelasannya dari Profesor IPB
Harga ini sangat jauh dibandingkan dengan harga telur di Bogor atau Jakarta yang masih berada pada kisaran Rp 22.000 per kg.
Dosen IPB dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan ini menjelaskan, ketidakseimbangan antara supply dan demand dapat disebabkan oleh banyaknya usaha baru di sektor peternakan ayam ras petelur.