Salin Artikel

Cerita Para Peternak Ayam Saat Harga Telur Anjlok, Rugi Rp 2 Juta dalam Sehari hingga Sulit Bayar Cicilan Bank

Aksi tersebut sebagai bentuk protes mereka terkait anjloknya harga telur.

Salah satu peternak yang ikut aksi tersebut adalah Sunoto. Ia bercerita memiliki 10.000 ekor ayam petelur. Untuk mencukupi biaya pakan, ia terpaksa merogoh kocek pribadinya.

Saat harga telur anjlok, setidaknya dalam sehari, Sunoto merugi Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta untuk membeli biaya pakan.

Meski telur di peternakannya habis terjual setiap hari, tetapi ia menombok untuk membeli pakan.

“Setiap hari telur habis karena warga memilih membeli telur yang murah, tapi kami harus nombok untuk beli pakan,” katanya.

Sementara itu Koordiantor aksi, Rohman mengatakan, para peternak berharap pemerintah mampu membuat harga telur dan pakan menjadi stabil.

“Telur hanya Rp 15.000 jagung Rp 6.500, untuk ngejar harga pokok produksi setidaknya harga telur Rp 19.000,” ujar Rohman di lokasi, Senin (27/9/2021).

Ribuan telur tersebut dikemas dalam 5.000 kantong. Total telur yang dibagikan gratis kurang lebih seberat 2,25 ton dan dibagikan di beberapa titik di Blitar.

Tak hanya itu, mereka juga akan menggelar bazar telur murah di sepanjang jalan antara Kantor Pemkab Blitar hingga Kantor DPRD Blitar.

Selain itu mereka juga melakukan aksi dengan melepaskan 200 ekor ayam di halaman Kantor Pemkab Blitar.

"Ini menggambarkan kefrustrasian peternak," kata koordinator lapangan (Korlap) aksi Yesi Yuni, Selasa.

Di Lampung, peternak sulit bayar cicilan

Turunnya harga telur juga dikeluhkan para peternak ayam petelur di Lampung.

Mereka menggelar audidensi dengan Sekda Lampung, Farizal Darminto pada Jumat (24/9/2021).

Koordinator Kelompok Peternak Ayam Petelur (Ketat) Sejahtera Mandiri Lampung, Yoce H Sodak mengatakan banyak rekannya tak bisa membayar kredit bank sejak dua bulan terakhir.

"Mohon kiranya ada perhatian dari pemerintah atas turunnya harga telur ini," kata Yoce saat audiensi.

Menurutnya sebagian peternak mengandalkan pinjaman bank untuk memulai usaha mereka.

"Kebanyakan rekan kami ini peternak kecil, yang di bawah 5.000 ekor. Modal awal sebagian besar minjam ke bank," kata Yoce usai audiensi.

Yoce mengatakan, harga pakan pabrikan saat ini mencapai Rp 345.000 - Rp 360.000 per sak. Sementara, harga jual telur di tingkat peternak turun drastis, mencapai Rp 17.000 per kilogram.

Saat harga telur normal, para peternak masih bisa menyelesaikan cicilan kredit mereka tiap bulan.

"Sekarang, modal pinjaman saja tidak terbayarkan," kata Yoce.

Untuk itu, Yoce juga meminta agar pemerintah bisa memfasilitasi relaksasi kredit bagi peternak ayam petelur ini.

"Sudah banyak yang gulung tikar. Di Merbau Mataram (Lampung Selatan), tinggal 12 orang dari 36 peternak yang bertahan. Kandangnya sudah kosong, sudah dijualin ayamnya karena enggak sanggup beli pakan, bayar cicilan," kata Yoce.

"Pengaruh buruk akibat harga telur yang anjlok adalah beberapa peternak rakyat atau peternak mandiri mulai menutup usahanya," ucap dia dikutip dari laman IPB, Senin (20/9/2021).

Apabila ini tidak segera diatasi, kata dia, maka ke depannya masyarakat akan mengalami krisis pangan, khususnya telur ayam sebagai pangan bergizi tinggi sumber protein hewani.

Harga telur di beberapa daerah di Indonesia, seperti Blitar mencapai Rp 13.000 per kilogram (kg).

Harga ini sangat jauh dibandingkan dengan harga telur di Bogor atau Jakarta yang masih berada pada kisaran Rp 22.000 per kg.

Dosen IPB dari Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan ini menjelaskan, ketidakseimbangan antara supply dan demand dapat disebabkan oleh banyaknya usaha baru di sektor peternakan ayam ras petelur.

Dia menyebut, dibangunnya closed house ayam petelur komersil dan perlakuan pembatasan kegiatan masyarakat turut berkontribusi dalam penurunan permintaan telur secara besar.

Niken menyarankan kepada seluruh pelaku usaha di bidang produksi ayam petelur komersial, sebaiknya tidak hanya memahami teknik budi daya.

Namun, peternak dituntut lebih berkonsentrasi dan memastikan pangsa pasar yang menjadi tujuan usahanya sebelum memulai usaha tersebut.

"Memulai usaha peternakan ayam petelur komersial dengan pola kemitraan bisa menjadi solusi, karena dengan pola tersebut keseimbangan supply dan demand bisa lebih didekati," tambah Guru Besar IPB University dari Fakultas Peternakan ini.

Menurut dia, salah satu upaya untuk menjaga stabilitas harga telur dapat dilakukan dengan mendirikan usaha industri pengolahan telur terutama di wilayah sentra produksi.

Sementara itu, hal lainnya adalah dengan menurunkan dan menstabilkan harga jagung yang merupakan komponen terbesar dari pakan ayam. Upaya ini, sambung dia, dapat membantu para peternak mandiri.

"Dengan demikian sangat diperlukan peran aktif pemerintah dalam menjaga kestabilan harga jagung dan ketersediaan pasokan jagung yang dibutuhkan," pungkasnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sukoco, Tri Purna Jaya | Editor : Dheri Agriesta, Pythag Kurniati, I Kadek Wira Aditya, Dian Ihsan)

https://regional.kompas.com/read/2021/09/28/110100278/cerita-para-peternak-ayam-saat-harga-telur-anjlok-rugi-rp-2-juta-dalam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke