BANDUNG, KOMPAS.com - Polisi berhasil mengungkap sindikat pemalsuan sertifikat vaksin Covid-19 di wilayah Jawa Barat.
Ada dua kejadian pemalsuan yang diungkap Sub Unit I dan V Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar.
Pertama, pemalsuan sertifikat vaksin pada 26 Agustus 2021.
Kemudian, yang kedua pada 6 September 2021.
Baca juga: Heboh Situs Palsu, Akses Sertifikat Vaksin Covid-19 Hanya di PeduliLindungi.id
Keempat tersangka yang ditangkap yakni JR, IF, MY, dan HH.
Pengungkapan ini berdasarkan patroli cyber yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Jabar, dua hari sebelum beredarnya NIK Presiden Joko Widodo di media sosial.
Polisi awalnya menangkap JR, pada 26 Agustus 2021.
Polisi menemukan akun Facebook bernama Jojo yang menawarkan jasa pembuatan sertifikat vaksin.
"Pembuatan sertifikat vaksin ilegal tanpa suntik vaksin itu dihargai Rp 100.000 - 200.000 per sertifikatnya," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Erdi A Chaniago saat jumpa pers, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: Gunakan Sertifikat Vaksin Covid-19 Palsu, Seorang Mahasiswa Ditangkap
Dari tersangka JR, polisi menyita 9 barang bukti sertifikat vaksin palsu.
Pada pengungkapan kedua, polisi menangkap IF, MY dan HH.
Modus yang dilakukan ketiganya serupa dengan JR, yakni ditawarkan di media sosial.
Adapun pembuatan sertifikat vaksin palsu tersebut dikenai biaya Rp 300.000.
Sampai saat ini, ketiga pelaku tersebut sudah menerbitkan 26 sertifikat vaksin palsu.
Adapun tersangka JR mendapat keuntungan Rp 1,8 juta.
Sedangkan tiga tersangka lainnya sebesar Rp 7,8 juta.
Baca juga: Syarat Terbaru Naik KRL, Sertifikat Vaksin Gantikan Dokumen Perjalanan Termasuk STRP
JR dijerat Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 9 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Kemudian, Pasal 115 jo Pasal 65 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun penjara dan denda Rp 12 miliar.
Sedangkan ketiga pelaku lain disangka melanggar Pasal 46 ayat 1 jo Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 51 jo Pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 55 ayat 1 ke-1, jo Pasal 56 KUHP.
Ketiganya terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
"Tersangka dijerat pasal berlapis," kata Erdi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.