Hal serupa juga terjadi terhadap anak nomor tiga Tanto, Putri Nurhayati (7), yang baru masuk SD. Putri juga tak memiliki seragam.
Hingga akhirnya dia memiliki ide untuk bergantian menggunakan seragam sekolah dengan kakaknya Teti Nurhayati (9) yang kini duduk di kelas 3 SD.
"Pakai baju muslim saja atau nanti kalau kakak sudah pulang sekolah, bajunya gantian aku pakai," kata Putri.
Bersyukur, ada komunitas relawan yang mendengar kesulitan keluarga ini.
Relawan tersebut akhirnya membantu menyediakan seragam dan perlengkapan sekolah untuk Putri dan Teti.
Anak Tanto yang paling kecil, Peronika Adista (4), sempat mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Namun, berhenti karena keterbatasan biaya.
Dibayar tiga hari sekali
Tanto mengatakan, sebagai buruh penambal perahu, dia tidak bisa mendapatkan uang setiap hari.
Upahnya biasa dibayar per tiga hari atau bahkan seminggu ketika pekerjaan menambal perahu selesai.
Itu pun tidak setiap hari pekerjaan didapat. Bayarannya bervariasi mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000 untuk satu pekerjaan.
Uang tersebut harus cukup untuk kehidupan sehari-hari keluarganya.
Rumah yang ditempatinya saat ini juga didirikan oleh relawan dari Respek Peduli Lebak.
Tanto sempat tinggal bertahun-tahun di sebuah tenda dari terpal di dekat dermaga pelelangan ikan Bayah.
"Terpaksa tinggal di sana karena tidak ada rumah. Mau ngontrak, enggak ada uang," kata Tanto.
Walaupun hidup jauh dari kata cukup, Tanto tetap mendahulukan pendidikan anak-anaknya.
Di rumah, Tanto jadi orangtua tunggal. Dia sudah berpisah dari istrinya sejak beberapa tahun lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.