Salin Artikel

Mari Bantu Perjuangan Tanto Si Penambal Perahu Merawat 4 Anaknya agar Bisa Bersekolah

Dia banting tulang menjadi seorang penambal perahu di Kampung Jogjogan, Desa Bayah Barat, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten.

Upah yang didapat pun terbilang sangat sedikit jika melihat jumlah perut yang harus diberi makan.

Belum lagi kebutuhan sekolah anak-anaknya.

Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu perjuangan Tanto.

Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini.

Tanto bercerita, dia bahkan sempat mengetuk pintu beberapa rumah warga di Kampung Jogjogan untuk menanyakan seragam sekolah bekas pakai anak pemilik rumah tersebut.

Barangkali masih ada, hendak dia beli, syukur-syukur diberikan secara gratis.

Seragam tersebut dibutuhkan oleh putranya, Bagas Panca Wijaya (16), yang akan mulai masuk sekolah tatap muka di SMKN 1 Bayah. Namun, hingga H-1 masuk sekolah, Bagas belum memiliki seragam.

"Saya tanya ke pemilik rumah, 'Bu, apakah seragam bekas anak ibu masih ada yang bisa untuk dipakai anak saya sekolah?" ujar Tanto kepada Kompas.com di kediamannya, Minggu (22/8/2021).

Sayangnya, usaha Tanto tak membuahkan hasil. Seragam yang diinginkan tak bisa didapatkan.

Tanto melakukan hal tersebut karena tidak punya cukup uang untuk membeli seragam.

Di kantongnya memang ada uang Rp 100.000, tapi itu adalah uang terakhir untuk bekal makan sehari-hari dia dan empat anaknya, atau setidaknya sampai tiga hari ke depan.

Hingga hari masuk sekolah tiba, Bagas masih menggunakan seragam SMP lantaran tidak punya seragam putih abu-abu.

Belakangan pihak sekolah menyatakan hendak membantu keperluan seragam sekolah Bagas.

Hal serupa juga terjadi terhadap anak nomor tiga Tanto, Putri Nurhayati (7), yang baru masuk SD. Putri juga tak memiliki seragam.

Hingga akhirnya dia memiliki ide untuk bergantian menggunakan seragam sekolah dengan kakaknya Teti Nurhayati (9) yang kini duduk di kelas 3 SD.

"Pakai baju muslim saja atau nanti kalau kakak sudah pulang sekolah, bajunya gantian aku pakai," kata Putri.

Bersyukur, ada komunitas relawan yang mendengar kesulitan keluarga ini. 

Relawan tersebut akhirnya membantu menyediakan seragam dan perlengkapan sekolah untuk Putri dan Teti.

Anak Tanto yang paling kecil, Peronika Adista (4), sempat mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Namun, berhenti karena keterbatasan biaya.

Dibayar tiga hari sekali

Tanto mengatakan, sebagai buruh penambal perahu, dia tidak bisa mendapatkan uang setiap hari.

Upahnya biasa dibayar per tiga hari atau bahkan seminggu ketika pekerjaan menambal perahu selesai.

Itu pun tidak setiap hari pekerjaan didapat. Bayarannya bervariasi mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000 untuk satu pekerjaan.

Uang tersebut harus cukup untuk kehidupan sehari-hari keluarganya.

Rumah yang ditempatinya saat ini juga didirikan oleh relawan dari Respek Peduli Lebak.

Tanto sempat tinggal bertahun-tahun di sebuah tenda dari terpal di dekat dermaga pelelangan ikan Bayah.

"Terpaksa tinggal di sana karena tidak ada rumah. Mau ngontrak, enggak ada uang," kata Tanto.

Walaupun hidup jauh dari kata cukup, Tanto tetap mendahulukan pendidikan anak-anaknya.

Di rumah, Tanto jadi orangtua tunggal. Dia sudah berpisah dari istrinya sejak beberapa tahun lalu.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/26/055500278/mari-bantu-perjuangan-tanto-si-penambal-perahu-merawat-4-anaknya-agar-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke