Menurut Hendrik, seharusnya warga menyadari bahwa semua jenis mamalia yang dilindungi tidak bisa dimanfaatkan untuk konsumsi.
Ia khawatir, kasus yang terjadi di Pulau Kelang itu akan berdampak buruk terhadap warga lainnya di wilayah itu untuk melakukan hal yang sama.
Dan pada level terburuk, warga bisa saja memburu dugong yang masih hidup untuk dikonsumsi.
“Artinya ketika kasus ini dilihat oleh masyarakat atau komunitas lain nanti ada peluang seperti itu lagi, artinya oh kemarin di Pulau Kelang ada dugong terdampar mereka makan, kita juga harus begitu,” katanya.
“Ini yang sangat kita khawatirkan apalagi kalau mereka sudah merasa dagingnya enak ini bisa jadi objek buruan, ini yang kita khawatirkan,” tambahnya.
Baca juga: Berawal Ketidaktahuan, Afifah Tanggung Utang Rp 206 Juta di 40 Pinjol Ilegal
Gencar sosialisasi
Menurut Hendrik, kasus warga memotong dan memakan dugong yang mati terdampar di Pulau Kelang akan menjadi perhatian serius dari Loka PSPL Sorong.
Setelah insiden itu, Hendrik mengaku pihaknya akan mendatangi Pulau Kelang untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada warga di wilayah itu.
“Jadi warga di Pulau Kelang ini akan menjadi sasaran prioritas kita untuk memberikan soslialisasi di sana,” ujarnya.
Dia menambahkan, kasus tersebut telah terjadi, dan ke depan warga diharapkan tidak lagi memotong dan memakan dugong dengan alasan apa pun.
Apabila ada dugong yang terdampar lagi di wilayah Maluku, diharapkan warga bisa melaporkan ke pemerintah daerah setempat, dinas kelautan ataupun instansi terkait lainnya agar dapat segera ditangani.
Warga juga diminta dapat membantu dugong yang terdampar dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya dan menanam dugong yang terdampar dalam kondisi mati.
“Imbauan kami kalau ada dugong yang terdampar bisa dilaporkan ke pemda dan instansi terkait atau laporkan ke kita, kalau ditemukan mati kita rekomendasi agar dikubur dan kalau hidup bisa dibantu untuk dikembalikan ke laut,” ujarnya.
Baca juga: Bayi Dugong Penuh Luka Terdampar di Bangka Barat
Menurut Hendrik, dugong adalah satwa yang dilindungi, maka setiap warga berkewajiban untuk melindungi dugong yang terdampar.
Perlindungan terhadap dugong sangat penting karena saat ini populasi dugong terus berkurang dari waktu ke waktu.
“Dugong ini harus dilindungi karena populasinya terus berkurang. Data 10 tahun lalu yang saya tahu itu jumlah dugong di Indonesia itu kalau tidak salah sekitar 1.000 ekor, karena itu kita harus melindunginya,” katanya.
Baca juga: Bangkai Dugong Penuh Luka Terdampar di Pesisir Pantai Maluku Tengah
Daging dugong bukan obat
Alasan warga di Pulau Kelang memotong dan mengonsumsi daging dugong karena dianggap sebagai obat penyembuh penyakit dan bisa menyehatkan tubuh, dinilai tidak berdasar.
Menurut Kepala LIPI Ambon, Dr Nugroho Dwi Hananto, anggapan warga mengonsumsi daging dugong dapat menyembuhkan penyakit dan menyehatkan tubuh sejauh ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah maupun medis.
“Kalau menurut kami sih belum ada bukti kuat baik secara ilmiah maupun medis bahwa dugong itu bisa menyembuhkan penyakit ya atau menjadi obat,” katanya kepada Kompas.com saat dikonfirmasi.
Ia mengatakan, sejauh ini belum ada studi atau penelitian yang membuktikan bahwa daging dugong dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.
“Daging dugong itu sama seperti daging ikan yang memiliki protein tinggi dan nilai gizi yang tinggi, kalau menyembuhkan penyakit belum ada faktanya,” katanya.
Baca juga: 5 Hari Ewin Tinggal bersama Jasad Kekasih yang Dibunuhnya di Tempat Indekos
Nugroho mengakui, kasus warga menjadikan daging dugong sebagai santapan juga pernah terjadi di salah satu daerah di Kalimantan.
Namun Alasan mereka mengkonsumsi dugong berbeda dengan warga di Pulau Kelang.
Menurutnya anggapan warga di Pulau Kelang bahwa mengkonsumsi daging dugong itu sebagai penyembuh penyakit terlalu berlebihan.
“Karena sampai saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa makan daging dugong itu menyembuhkan penyakit katakanlah Covid-19, itu tidak ada,” katanya.