Salin Artikel

Saat Warga di Maluku Jadikan Dugong yang Terdampar sebagai Santapan, Begini Penjelasan Ahli

Ada dugong yang terdampar dalam kondisi telah mati. Ada juga dugong terdampar masih dalam keadaan hidup.

Dalam beberapa kasus, dugong yang ditemukan terdampar dalam keadaan sudah mati lalu ditanam oleh warga.

Sedangkan, dugong yang terdampar dalam keadaan masih hidup, ditolong oleh warga dengan cara dikembalikan ke habitatnya.

Kasus terbaru, dua ekor dugong kembali terdampar di pesisir pantai Dusun Tihu, Desa Tahalupu, Pulau Kelang, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku pada Rabu (18/8/2021).

Warga kemudian memasak dan mengonsumsi bangkai dugong tersebut.

Warga yang menemukan dua dugong itu terdampar sempat memberi pertolongan, namun salah seekor dugong akhirnya mati

Saat terdampar, dugong yang mati tersebut mengalami sejumlah luka di bagian kepala diduga karena menabrak karang saat terjebak air laut surut.

Dugong yang mati itu tidak ditanam oleh warga atau dibuang ke laut.

Warga justru memotong-motong dugong tersebut, selanjutnya dagingnya dibagi-bagikan ke masyarakat setempat untuk dimasak dan dikonsumsi.

Sedangkan bagian tubuh dugong lainnya ditanam warga di tepian pantai.

Warga memotong dan mengonsumsi daging dugong karena mereka beranggapan, daging dugong yang dimakan dapat menjadi obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan juga menyehatkan tubuh.

“Dagingnya di makan karena warga di sini percaya daginya bisa menjadi obat untuk menyembuhkan penyakit dan menyehatkan tubuh,” kata Muhamad Aswin salah seorang warga setempat saat dihubungi Kompas.com dari Ambon, Rabu (18/8/2021).

Sangat disayangkan

Keputusan warga Pulau Kelang memotong dugong yang mati terdampar dan menyantap daginya itu sangat disayangkan oleh pihak Pendayagunaan dan Pelestarian Loka PSPL Sorong.

“Jadi memang yang kasus kemarin itu kami sangat sesalkan itu kenapa masyarakat memotong dugong itu dan mengkonsumsi dagingnya,” kata Sub Koordinator Pendayagunaan dan Pelestarian Loka PSPL Sorong, Hendrik Sombo kepada Kompas.com saat dihubungi via telepon seluler, Jumat (20/8/2021).

Hendrik mengaku, pihaknya sempat mendapatkan informasi bahwa ada dua ekor dugong yang terdampar di Pulau Kelang.

Saat itu pihak Loka PSPL Sorong yang memiliki wilayah kerja hingga ke Maluku dan Maluku Utara ini sempat berkoordinasi dengan warga untuk memantau kondisi kedua dugong tersebut.

Koordinasi dilakukan untuk memastikan dugong yang mati terdampar itu dapat diperlakukan dengan baik dan dimakamkan.

“Kita kontak ke sana untuk sosialisasi tapi sayangnya kita terlambat karena warga sudah memotong-motong dugong untuk dikonsumsi, dan sisanya yang tidak bisa dikonsumsi ditanam,” ujarnya.

Ia khawatir, kasus yang terjadi di Pulau Kelang itu akan berdampak buruk terhadap warga lainnya di wilayah itu untuk melakukan hal yang sama.

Dan pada level terburuk, warga bisa saja memburu dugong yang masih hidup untuk dikonsumsi.

“Artinya ketika kasus ini dilihat oleh masyarakat atau komunitas lain nanti ada peluang seperti itu lagi, artinya oh kemarin di Pulau Kelang ada dugong terdampar mereka makan, kita juga harus begitu,” katanya.

“Ini yang sangat kita khawatirkan apalagi kalau mereka sudah merasa dagingnya enak ini bisa jadi objek buruan, ini yang kita khawatirkan,” tambahnya.

Gencar sosialisasi

Menurut Hendrik, kasus warga memotong dan memakan dugong yang mati terdampar di Pulau Kelang akan menjadi perhatian serius dari Loka PSPL Sorong.

Setelah insiden itu, Hendrik mengaku pihaknya akan mendatangi Pulau Kelang untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada warga di wilayah itu.

“Jadi warga di Pulau Kelang ini akan menjadi sasaran prioritas kita untuk memberikan soslialisasi di sana,” ujarnya.

Dia menambahkan, kasus tersebut telah terjadi, dan ke depan warga diharapkan tidak lagi memotong dan memakan dugong dengan alasan apa pun.

Apabila ada dugong yang terdampar lagi di wilayah Maluku, diharapkan warga bisa melaporkan ke pemerintah daerah setempat, dinas kelautan ataupun instansi terkait lainnya agar dapat segera ditangani.

Warga juga diminta dapat membantu dugong yang terdampar dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya dan menanam dugong yang terdampar dalam kondisi mati.

“Imbauan kami kalau ada dugong yang terdampar bisa dilaporkan ke pemda dan instansi terkait atau laporkan ke kita, kalau ditemukan mati kita rekomendasi agar dikubur dan kalau hidup bisa dibantu untuk dikembalikan ke laut,” ujarnya.

Menurut Hendrik, dugong adalah satwa yang dilindungi, maka setiap warga berkewajiban untuk melindungi dugong yang terdampar.

Perlindungan terhadap dugong sangat penting karena saat ini populasi dugong terus berkurang dari waktu ke waktu.

“Dugong ini harus dilindungi karena populasinya terus berkurang. Data 10 tahun lalu yang saya tahu itu jumlah dugong di Indonesia itu kalau tidak salah sekitar 1.000 ekor, karena itu kita harus melindunginya,” katanya.

Daging dugong bukan obat

Alasan warga di Pulau Kelang memotong dan mengonsumsi daging dugong karena dianggap sebagai obat penyembuh penyakit dan bisa menyehatkan tubuh, dinilai tidak berdasar.

Menurut Kepala LIPI Ambon, Dr Nugroho Dwi Hananto, anggapan warga mengonsumsi daging dugong dapat menyembuhkan penyakit dan menyehatkan tubuh sejauh ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah maupun medis.

“Kalau menurut kami sih belum ada bukti kuat baik secara ilmiah maupun medis bahwa dugong itu bisa menyembuhkan penyakit ya atau menjadi obat,” katanya kepada Kompas.com saat dikonfirmasi.

Ia mengatakan, sejauh ini belum ada studi atau penelitian yang membuktikan bahwa daging dugong dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.

“Daging dugong itu sama seperti daging ikan yang memiliki protein tinggi dan nilai gizi yang tinggi, kalau menyembuhkan penyakit belum ada faktanya,” katanya.

Nugroho mengakui, kasus warga menjadikan daging dugong sebagai santapan juga pernah terjadi di salah satu daerah di Kalimantan.

Namun Alasan mereka mengkonsumsi dugong berbeda dengan warga di Pulau Kelang.

Menurutnya anggapan warga di Pulau Kelang bahwa mengkonsumsi daging dugong itu sebagai penyembuh penyakit terlalu berlebihan.

“Karena sampai saat ini belum ada bukti ilmiah bahwa makan daging dugong itu menyembuhkan penyakit katakanlah Covid-19, itu tidak ada,” katanya.

Ia pun mengaku sangat prihatin dengan peristiwa yang terjadi di Pulau Kelang, apalagi dugong merupakan satwa yang dlindungi oleh negara.

Selain itu hal yang paling dikhawatirkan, dugong yang mati terdampar di Pulau Kelang itu bisa saja telah terkontaminasi zat kimia.

Menurutnya ada banyak alasasan atau penyebab yang mengakibatkan dugong itu terdampar dan mati.

Bisa saja karena dugong itu kehabisan makanan dan pergi mencari makanan di luar habitatnya hingga terjebak air surut, bisa juga karena dugong itu terkontaminasi zat kimia hingga mengonsumsi sampah yang mengandung racun.

“Jadi yang sangat dikhwatirkan itu kalau warga menganggap itu obat tapi ternyata dugong itu mati karena terpapar zat kimia itu malah akan membahayakan warga itu sendiri,” ungkapnya.

Ia juga berpendapat harusnya warga menguburkan dugong yang mati terdampar itu dan tidak mengonsumsinya, sebab bisa saja daging dugong yang dikonsumsi malah akan menjadi bibit penyakit bagi warga.

“Harusnya dikubur saja itu lebih baik daripada dikonsumsi karena risikonya besar,” katanya.

Satwa dilindungi

Dugong sendiri merupakan jenis mamalia yang dilindungi di Indonesia.

Perlindungan terhadap satwa tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 106 Tahun 2018 dan sejumlah undang-undang lainnya, salah satunya undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, Seto Somar mengaku, sebagai satwa yang dilindungi negara, warga di Pulau Kelang seharusnya tidak memotong dan mengonsumsi dugong yang mati terdampar.

Menutnya warga harusnya menyadari bahwa mengkonsumsi dugong yang mati terdampar sangat berisiko terhadap kesehatan dan bukan sebaliknya.

“Seharusnya warga tidak harus memotong dugong untuk dikonsumsi karena selain satwa ini dilindungi kita juga harus tahu dulu penyebab satwa itu terdampar dan mati jangan sampai dugong itu sakit atau terpapar zat kimia,” katanya.

Menurutnya jika dugong yang terdampar mati di Pulau Kelang itu terpapar penyakit atau zat kimia maka hal itu justru akan lebih membahayakan kesehatan warga.

“Karena itu bisa menyebabkan penularan penyakit dari satwa ke manusia itu yang harus diwaspadai itu yang bahaya, kan pasti terdampar itu ada penyebabnya bisa saja konsumsi zat kimia dan sebagainya,” katanya.

BKSDA Maluku sendiri sangat menyayangkan keputusan warga di Pulau Kelang untuk memotong-motong dan mengkonsumsi dugong yang mati terdampar tersebut.

Ia berharap ke depan warga bisa lebih bijak.

“Kalau ada kasus seperti itu lagi tolong laporkan ke petugas, pemda kalau bisa ditanam jangan sampai jadi sumber penyakit, kalau ditemukan hidup bisa dibantu untuk dibawa ke laut yang lebih tenang untuk dilepsliarkan,” imbaunya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/21/072449178/saat-warga-di-maluku-jadikan-dugong-yang-terdampar-sebagai-santapan-begini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke