Sementara itu, Rudi Abdullah selaku Ketua Paguyuban Pedagang Elektronik dan UMKM Hi-Tech Mall Surabaya menilai Pemkot lamban dalam merespons kebutuhan warganya.
Dampaknya, para pedagang harus beraktivitas jual beli di luar gedung.
Menurut Rudi, sejak PPKM terbaru diterapkan, ada kelonggaran untuk pengoperasian mal, maka seharusnya Hi-Tech Mall juga mendapat kelonggaran yang sama.
“Kenapa hanya 24 mal kan di Surabaya ada 30 mal. Apakah yang lainnya tidak bisa mematuhi prokes sesuai yang diminta, Katanya uji coba, bagi kami uji coba hanya sehari. Kalau seterusnya ini namanya diskriminasi dengan mal yang lainnya,” kata Rudi.
Dia pun mempertanyakan dasar pemilihan 24 mal yang mendapatkan kelonggaran.
“Katanya pusat, saya tanya data dari mana ini. Yang saya ketahui beberapa hari sebelum PPKM Darurat dilanjutkan, Kementerian Perdagangan telah dirpotes oleh asosiasi mal sehingga muncul barcode dari peduli lindungi itu,” papar dia.
Baca juga: Mal di Purwokerto Dibuka Mulai Minggu, Tahap Uji Coba
Ia mengaku sangat memahami jika 24 mal tersebut masih dalam tahap uji coba melalui barcode peduli lindungi, sayangnya sangat tidak masuk akal bagi Rudi jika uji coba terus berjalan.
“Dengan rekam data deteksi pengunjung mal yang disebutkan hanya 25 persen (pedagang dan pengunjung) dari kapasitas mal kan, tujuannya begitu kan, tapi memang harus menunjukan kalau dia telah divaksin,” cetus dia.
Dia menilai, seharusnya Kementerian Perdagangan juga memberikan kesempatan uji coba barcode itu kepada mal dan pasar yang ada di Surabaya tanpa ada batasan, karena hal ini menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat.
“Ini sudah satu bulan lebih tidak jualan. Rakyat kami ini sudah lapar. Anehnya Disdag Kota mengaku tidak pernah mengirim data 24 mal ini ke pusat,” ujar dia.
Mengaku sudah audiensi dengan pihak pemkot
Rudi mengaku telah melakukan koordinasi dengan pihak Pemkot, Senin (16/8/2021) lalu, di kantor Badan Penanggulangan Bencana BPB linmas.
Hasilnya, Hi Tech Mall boleh dibuka tapi pengunjung tetap berada di luar.
Adapun, yang berada di dalam hanya pemilik tenant dan para karyawan
Rudi pun mempertanyakan bagaimana caranya para pedagang bisa berjualan.
“Kalau bawa satu atau dua barang tak efektif, sedangkan yang dibutuhkan pengunjung barangnya ada di dalam mau enggak mau keluar masuk dan naik turun, akhirnya capeklah,” ujarnya
Berdasarkan data, tercatat ada 300 toko dengan 250 pedagang.
Setiap hari Rudi mengatur semua penjual dengan sistem bergantian agar tidak membeludak dan tetap taat prokes.
“Ini yang turun baru 30 penjual ada 10 blok, kami atur gantian. Jualan yang di luar ini sudah berjalan selama lima hari mulai Senin itu, mulai Senin kami di luar depan itu, karena rame ditegurlah. Sekarang kami pindah di samping kiri ini,” cetus dia.
Baca juga: 6 Tips dari OJK agar Terhindar dari Jerat Pinjol Ilegal