Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani Hidroponik Terancam Gulung Tikar akibat Pandemi, Terbantu Penjualan Online

Kompas.com - 05/08/2021, 16:08 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat usaha pertanian yang digeluti sejumlah penggiat hidroponik di Banyuwangi terancam gulung tikar.

Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Faruq (51), asal Desa Tlogosari, Sempu, Banyuwangi.

Faruq mengatakan, ia dan 10 anggota kelompok petani hidroponik Pradana Farm mengalami masalah yang sama.

Selama setahun terakhir, panen sayur selada air dan sawi kelompoknya tak terserap pasar.

Baca juga: Ditolak 3 Rumah Sakit, Pasien Batuk dan Demam Ini Meninggal di Jalan

 

Harganya juga jauh di bawah pasaran yakni Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Sementara, sebelum pandemi biasa di angka Rp 25.000 hingga Rp 30.000.

"Kalau diperpanjang terus mungkin tutup dan menyerah," kata Faruq, saat dihubungi, Kamis (5/8/2021).

Perdana Farm, kata Faruq, memiliki sebanyak 20.000 lubang untuk tanaman hidroponik.

Setiap 1.000 lubang, menurutnya bisa menghasilkan 1 kuintal selada air dalam 39-40 hari masa panen.

Adapun biaya produksi pertanian hidroponik ini per 1.000 lubang kurang Rp 600.000 hingga Rp 800.000.

Sebelum pandami, sayuran miliknya dijual di sekitar Banyuwangi dan selalu ludes. Kemudian dijual juga ke luar kota seperti Jember dan Surabaya.

Namun, saat pandemi permintaan terus menurun dan sayur miliknya tak terjual.

Karena kesulitan pemasaran, ia kerap membagikan sayurnya ke tetangga hingga untuk pakan ikan dan ayam.

"Hampir setahun terakhir, kami babak belur semua," kata dia.

Selalu rugi, membuat Faruq dan kawan-kawannya memutar otak. Ia meminta bantuan anaknya untuk memasarkan sayurnya secara daring melalui media sosial.

Rupanya strategi tersebut memberi harapan. Melalui Twitter, unggahan jualan sayurnya mendapat banyak respons warga.

Pesanan datang dan sudah 20 kilogram selada air terjual. Padahal, baru Rabu (4/8/2021), jualannya dipasarkan secara online.

Baca juga: Gubernur NTT Laporkan Pegiat Organisasi Antikorupsi ke Polisi

Para pembeli ini, kata Faruq, rata-rata meminta sayurnya diberikan kepada waraga sekitar.

"Ternyata banyak pemintaan dari luar kota, bahkan sampai Kalimantan, tapi diminta berikan ke warga sekitar," kata dia.

Faruq mengatakan, kelompoknya akan memperbanyak pemasaran di media sosial agar sayur miliknya terjual.

Ia menambahkan, sayur yang ditanamnya memiliki kelebihan yakni tak menggunakan pestisida. Sehingga menurutnya lebih sehat.

Usaha ini, Faruq geluti sejak 2016 silam. Hal tersebut setelah melihat banyak sayuran yang ditanam selalu memakai pestisida.

Sehingga ia memutuskan menggunkaan hidroponik karena bebas pestisida dan harganya bisa lebih mahal di pasaran.

"Kami lihat kondisi sayuran kan pake pestisida. Jadi kami mencoba pertanian secara lebih aman dan tanpa pestisida, hanya air dan nutrisi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Regional
Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Regional
Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Regional
Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Regional
Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, 'Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta'

Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, "Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta"

Regional
Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Regional
Sempat Menghilang, Pedagang Durian 'Sambo' Muncul Lagi di Demak

Sempat Menghilang, Pedagang Durian "Sambo" Muncul Lagi di Demak

Regional
Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Regional
Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Regional
Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Regional
Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Regional
Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Regional
Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Regional
BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com