Salin Artikel

Cerita Petani Hidroponik Terancam Gulung Tikar akibat Pandemi, Terbantu Penjualan Online

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat usaha pertanian yang digeluti sejumlah penggiat hidroponik di Banyuwangi terancam gulung tikar.

Seperti yang disampaikan oleh Muhammad Faruq (51), asal Desa Tlogosari, Sempu, Banyuwangi.

Faruq mengatakan, ia dan 10 anggota kelompok petani hidroponik Pradana Farm mengalami masalah yang sama.

Selama setahun terakhir, panen sayur selada air dan sawi kelompoknya tak terserap pasar.

Harganya juga jauh di bawah pasaran yakni Rp 10.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Sementara, sebelum pandemi biasa di angka Rp 25.000 hingga Rp 30.000.

"Kalau diperpanjang terus mungkin tutup dan menyerah," kata Faruq, saat dihubungi, Kamis (5/8/2021).

Perdana Farm, kata Faruq, memiliki sebanyak 20.000 lubang untuk tanaman hidroponik.

Setiap 1.000 lubang, menurutnya bisa menghasilkan 1 kuintal selada air dalam 39-40 hari masa panen.

Adapun biaya produksi pertanian hidroponik ini per 1.000 lubang kurang Rp 600.000 hingga Rp 800.000.

Sebelum pandami, sayuran miliknya dijual di sekitar Banyuwangi dan selalu ludes. Kemudian dijual juga ke luar kota seperti Jember dan Surabaya.

Namun, saat pandemi permintaan terus menurun dan sayur miliknya tak terjual.


Karena kesulitan pemasaran, ia kerap membagikan sayurnya ke tetangga hingga untuk pakan ikan dan ayam.

"Hampir setahun terakhir, kami babak belur semua," kata dia.

Selalu rugi, membuat Faruq dan kawan-kawannya memutar otak. Ia meminta bantuan anaknya untuk memasarkan sayurnya secara daring melalui media sosial.

Rupanya strategi tersebut memberi harapan. Melalui Twitter, unggahan jualan sayurnya mendapat banyak respons warga.

Pesanan datang dan sudah 20 kilogram selada air terjual. Padahal, baru Rabu (4/8/2021), jualannya dipasarkan secara online.

Para pembeli ini, kata Faruq, rata-rata meminta sayurnya diberikan kepada waraga sekitar.

"Ternyata banyak pemintaan dari luar kota, bahkan sampai Kalimantan, tapi diminta berikan ke warga sekitar," kata dia.

Faruq mengatakan, kelompoknya akan memperbanyak pemasaran di media sosial agar sayur miliknya terjual.

Ia menambahkan, sayur yang ditanamnya memiliki kelebihan yakni tak menggunakan pestisida. Sehingga menurutnya lebih sehat.

Usaha ini, Faruq geluti sejak 2016 silam. Hal tersebut setelah melihat banyak sayuran yang ditanam selalu memakai pestisida.

Sehingga ia memutuskan menggunkaan hidroponik karena bebas pestisida dan harganya bisa lebih mahal di pasaran.

"Kami lihat kondisi sayuran kan pake pestisida. Jadi kami mencoba pertanian secara lebih aman dan tanpa pestisida, hanya air dan nutrisi," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/05/160827578/cerita-petani-hidroponik-terancam-gulung-tikar-akibat-pandemi-terbantu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke