Pernikahan pertama Khusnul itu berlangsung pada 5 Januari 2019.
"Dan diceraikan tanggal 27 Februari 2019, hari Kamis jam 10," kata dia.
Khusnul hanya bisa mengenang pahit pernikahan pertamanya itu. Saat menikah lagi, ia harus menelan kepahitan karena berbagi suami dengan perempuan lain.
"Takdir ini, apalah daya saya," katanya berusaha tegar.
Poligami dan kekerasan terhadap perempuan
Presidium wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI -NTB) Lilik Agustiyaningsih mengatakan, tindakan Korik menikahi dua perempuan sekaligus merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan secara psikis.
Baca juga: Warga Diusir dari Desa gara-gara Menolak Vaksin, Ini Tanggapan Satgas Covid-19 Bali
"Kami terus terang sangat prihatin dengan peristiwa seperti ini, yang terus berulang di NTB, akar persoalan dari pernikahan dini dan kekerasan terhadap perempuan," kata Lilik, Rabu.
Lilis memastikan, kedua perempuan itu tak menikah secara resmi.
"Ini tentu akan menjadi persoalan baru nanti ketika mereka sudah memiliki anak, akan sulit mengurus akta kelahiran anak anak mereka karena menikah tanpa dokumen atau di bawah tangan," ungkap Lilik.
Lilik menambahkan, fenomena pernikahan dengan dua perempuan sekaligus ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah. Pemerintah daerah diminta mencari penyebab dan menemukan solusi agar kejadian serupa tak terulang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.