“Sekitar Oktober 2014, IS dan AB meminta uang sebagai tanda jadi untuk mengurus sertifikat tanah. Lalu saya serahkan uang tunai sebesar Rp 300 juta, dengan dibuatkan bukti kuitansi,” ucap Syukur.
Kemudian, lanjut Syukur, secara bertahap, sampai tahun 2016, telah diberikan uang baik secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB, dengan total Rp 2,1 miliar.
“Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” jelas Syukur.
Diklaim orang lain
Petaka bagi Syukur tiba bulan Desember 2016. Ketika itu, datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang akan dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain. Orang tersebut juga menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan.
Tak puas sampai di situ, Syukur juga segera mengkonfirmasi kepada pihak BTN Kubu Raya.
Dan ternyata, objek tanah tersebut saat ini telah dikuasai orang lain berdasarkan sertifikat hak miliki bernomor 3.846, yang dikeluarkan pada tahun 1982.
“Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.
Menurut Syukur, pihak IS dan IB tetap bersikukuh, bahwa tanah tersebut milik mereka dan malah kembali meminta sejumlah uang untuk mengurus sertifikat tanah.
Namun, Syukur tidak mau lagi kecolongan, dengan menyetop memberikan uang tambahan karena merasa telah ditipu, dan meminta uang yang sudah diterima IS dan AB sebesar Rp 2,1 miliar dikembalikan karena awalnya diyakinkan, bahwa jika tanah itu bukan milik mereka, uang akan dikembalikan.
Bahkan, upaya mediasi dan menunggu janji-janji dari IS dan AB memakan waktu hingga 4 tahun, tapi tak juga terealisasi.
“Sampai sekarang uang itu tak pernah kembali. Selama 4 tahun, sempat beberapa kali dilakukan mediasi. Mereka hanya berjanji. Bahkan akhir-akhir ini IS dan AB tidak mau datang,” ucap Syukur.
Harap keadilan
Sampai dengan saat ini, Syukur belum melihat adanya itikad baik dari kedua tersangka. Jangankan mengembalikan uang kerugian, berkomunikasi juga sudah tidak pernah.
Malahan terduga pelaku menggugat Syukur di Pengadilan Negeri Mempawah.