Namun upaya hukum sudah ditempuh dan Sukawi menang.
"Ini tidak mengada-ada. Agar masyarakat paham. UU 22 itu BPN yang lantik Wali Kota. Kepala BPN (saat Sukawi masih Wali Kota Semarang) mengatakan, tanah bapak tumpuk, dia bilang akan mengurusnya. Jangan, karena saya masih Wali Kota, tidak elok. Saya bilang pas saya pensiun saja. Rumah sebelah sana ada 3, sudah menang," jelasnya.
Saat ditanya apakah ada indikasi mafia tanah dalam perkara tersebut, Sukawi belum bisa memastikan karena belum ada fakta valid yang bisa diungkap.
"Kalau saya tidak akan tuduh gitu (mafia tanah) karena belum punya fakta valid. Melihat (sertifikat) yang lama kok malah dianggap tidak ada bukti ukur. Kan yang membuat mereka (BPN), yang ukur mereka, yang simpan mereka," kata Sukawi.
Sukawi memahami tergugat juga sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli lahan tersebut.
Untuk itu, pihaknya berharap ada mediasi yang bisa memberikan jalan keluar dan keadilan.
"Mediasi, kita butuh keadilan. Ya paro-paro aja, lah. Dia kan keluar uang juga," ujarnya.
Ketua majelis hakim, M Yusuf mengatakan, pihaknya masih akan menunggu laporan resmi dari BPN sebagai pertimbangan.
Untuk itu, proses sidang ditunda sampai Senin (31/5/2021) mendatang.
"Kami tunggu nanti hasil laporan resminya dari BPN. Sidang ditunda sampai hari Senin. Data itu akan digunakan sebagai pertimbangan majelis hakim," katanya.
Sementara itu, pihak BPN yang hadir di lokasi enggan memberikan keterangan dan meminta menunggu pada sidang berikutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.