Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Jenis-jenis Batu Kecubung Ketapang, Warna Biru Laut Lebih Mahal

Kompas.com - 28/04/2021, 22:02 WIB
Hendra Cipta,
Dony Aprian

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com – Kecubung atau ametis adalah salah satu batuan mineral kuarsa yang berasal dari alam.

Batu ini banyak ditemukan di Pulau Kalimantan, salah satunya di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).

Kaena keindahan rupanya, kecubung banyak diburu oleh para kolektor, baik lokal maupun luar negeri.

Namun, tahukah kalian, meski terkenal dengan warga ungu, kecubung juga memiliki warna lain, namun yang paling tinggi harganya berwarna biru laut.

Baca juga: Cerita Pengasah Batu Kecubung di Ketapang, Sempat Banting Setir ke Bisnis Properti

Satu di antara pengasah batu kecubung asal Kabupaten Ketapang, Catur Setiawan (30) mengatakan, kecubung biru laut memiliki harga lebih mahal karena tingkat kekerasannya di atas jenis batu kecubung yang lain.

Batu kecubung biru laut sebenanya masuk ke dalam kelas topaz. Walau warna birunya tua atau muda, dia akan masuk ke dalam kelas topaz,” kata Catur saat dihubungi Kompas.com, Rabu (28/4/2021).

Bahkan, terang Catur, batu kecubung biru laut yang memiliki tingkat kewarnaan lebih tua, dianggap dapat dikategorikan sebagai aquamarine, namun jika dilakukan uji laboratorium selalu akan gagal.

“Kebanyakan batu biru laut yang sudah memiliki warna tua, saat diuji laboratorium ingin hasil yang keluar adalah aquamarine. Namun, ada kandungan tertentu yang tidak bisa dicapai topaz atau biru laut untuk menjadi aquamarine,” ucap Catur.

Menurut Catur, topaz dan aquamarine memiliki kekerasan yang hampir sama. Namun aquamarine memiliki kandungan beryl lebih tinggi dibandingkan topaz.

Baca juga: Cerita Perajin Kujang Batu Akik Karawang, Laris setelah Beri Harga Unik hingga Tembus Mancanegara

Bahkan tekstur bongkahan juga berbeda. Topaz akan berbentuk tunggal dengan tekstur memiliki kulit luar seperti kulit jeruk dan rata-rata bulat oval, sedangkan aquamarine bentuk bongkahan seperti beranak-anak tinggi memanjang, atau bisa menyatu dengan batu lain yang ada di sampingnya.

“Selama bergelut di bidang ini, batu aquamarine belum pernah saya temukan di Ketapang,” uja Catur.

Untuk harga, lanjut Catur, jelas saja kecubung biru laut dua kali lebih mahal.

Jika rata-rata harga batu kecubung ungu biasa mulai dipatok seharga Rp 500.000 per buah, maka kecubung biru laut mulai dipatok senilai Rp 1 juta.

“Rata-rata kecubung biru laut harganya dua kali lebih mahal dibanding seluruh jenis kecubung yang lain,” ungkap Catur.

Warna-warni kecubung

Catur menjelaskan, umumnya di Ketapang, batu kecubung itu berwarna ungu. Ada yang ungu tua dan ungu muda. Warna ungu di batu kecubung seperti bunga lavender.

Di samping itu, ada ada kecubung teh, kecubung cincau dan kecubung solar. Kemudian kecubung kuning, yang terbagi menjadi dua, yakni kuning extra joss dan kuning bensin. Lalu ada kecubung putih kristal dan kecubung kopi hitam.

“Penamaan ini umumnya menunjukkan warga batu tersebut. Seperti misalnya kecubung cincau itu warnanya hitam bening seperti cincau,” jelas Catur.

Selain itu, ada yang namanya kecubung antik, seperti misalnya berupa ada bunga karang di dalam batu, ada platina, ada kepingan berwarna kuning atau merah.

Ada pula kecubung motif, corak batunta setelah diasah seperti mirip gambar kucing, pohon, dan lain-lain.

Kemudian ada kecubung rambut atau bulu. Warna bulunya bisa merah, putih, dan hitam.

“Warna kecubung sebenarnya dipakai menyesuaikan barang atau benda yang sering kita lihat. Contoh kecubung ungu kencana. Warnanya mirip bunga kencana,” tutup Catur.

Profil Catur

Catur Setiawan adalah salah satu pengasah batu asal Kabupaten Ketapang, Kalbar.

Catur lahir dan tumbuh di keluarga yang menyenangi batu cincin, khususnya jenis kecubung.

Mulai dari ayah, paman, sampai saudara-saudaranya, boleh dibilang pengoleksi sekaligus pengasah batu.

Dia mulai ngasah batu tahun 2012. Awalnya banyak melihat dan belajar dari pamannya.

Saat itu, ingat Catur, pekerjaan mengasah batu cincin memang sudah bisa menghasilkan rupiah. Namun masih tak seberapa. Sebab harga kecubung relatif murah.    

Harga pasaran kecubung, baru melonjak pada 2014. Saat itu, banyak yang seperti ‘gila batu’. Kemana-mana orang mencari batu.

Batu kecubung booming, dengan harga ‘bagus’ praktis hanya bertahan lebih kurang 2 tahun atau sampai 2016.

Menurut Catur, hal tersebut lebih disebabkan karena saat masih booming, yang dicari para pamakai dan kolektor lebih pada batunya.

Untuk kualitas pola potong dan asahan batu bukan hal yang utama.

Namun, setelah ada sejumlah kontes batu, orang-orang perlahan mulai mencari batu dengan kualitas yang bagus. Dan tentu saja, untuk batu yang bagus, harganya beda dan lebih mahal.

Kondisi itu membuat penjualan batu kecubung menurun sekaligus mengakibatkan Catur ‘gulung tikar’ dan akhirnya memutuskan banting setir ke usaha perumahaan.

Ternyata dunia properti bukanlah keahliannya. Dia merasa tak cocok menggeluti usaha tersebut. Sempat berjalan 2 tahun di perumahan. Pada 2018 dia kembali main batu lagi.

Tak ingin meraih gagal untuk ketiga kalinya, Catur kembali ke dunia asah batu dengan konsep dan ide baru, yakni faset atau cutting ala berlian.

Namun untuk sampai ke sana, Catur harus memulainya dari nol. Baik dari modal maupun kemampuan.

Catur menceritakan, kesempatan pertama untuk belajar faset muncul dari Pemerintah daerah Kabupaten Ketapang.

Kesempatan itu tak dapat diraihnya. Pasalnya, kuota peserta pelatihan terbatas.

Abang kandung Catur yang mendapat kesempatan itu.

“Ada pelatihan cutting, tapi yang ditunjuk abang saya. Kemudian abang saya mengajak temannya. Bukan saya. Saya piker, ya sudalah,” cerita Catur.

Sejak saat itu, Catur mulai belajar faset secara otodidak. Sesekali minta ajarkan abangnya.

Tapi lebih sering dia menghabiskan waktu, sore hingga malam hari, setelah abangnya selesai menggunakan mesin faset.   

Catur melanjutkan, setelah mencoba sendiri, namun tetap tidak bisa, dia tak patah arang.

Tetap berusaha dengan mengulik-ngulik di media sosial. Sampai kemudian dia berkenalan dan belajar kepada seorang pria dari luar negeri di Instagram.

Sejak saat itu, Catur perlahan bangkit. Dia terus melatih keterampilan faset. Sampai akhirnya bisa diakui oleh sejumlah kolektor batu kecubung, baik itu di Ketapang, Kalbar, atau di Pulau Jawa.

Menurut Catur, untuk pemasaran batunya, dia lebih memilih lewat media sosial. Di Instagram, dapat dilihat di akun @kecubungketapang-03 sementara di Facebook, akunnya bernama Catur Setiawan.

“Dari media sosial, saya dapat pembeli-pembeli dari luar. Paling banyak dari Jakarta dan Surabaya. Luar negeri biasa dari Malaysia dan Turki,” jelas Catur. 

Selain itu, Catur juga telah membuka sebuah galeri batu di Ketapang. Galeri ini membantu penjualan untuk para wisatawan, tamu-tamu pemerintah daerah atau perusahaan.

“Untuk kebutuhan sehari-hari, saya dibantu empat orang. Semuanya keluarga. Dua orang untuk jaga took, dua orang bantu saya ngasah batu,” tutup Catur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Korsleting Genset, Kapal Nelayan di Bangka Terbakar dan Karam, 5 ABK Lompat ke Laut

Regional
Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Kenal di Facebook, Bocah SMP Dibawa Kabur Seorang Pemuda, Berkali-kali Dilecehkan dan Diajak Ngamen

Regional
Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Gali Tanah untuk Bangun Rumah, Seorang Pekerja Temukan Mortir

Regional
Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Serunya Nonton Indonesia Vs Korsel di Pasar Pagi, Pedagang Fokus ke Jualan dan Sepak Bola

Regional
Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Kecewa Tuntutan Turunkan UKT Belum Terpenuhi, Mahasiswa Unsoed Lepas Jaket Almamater

Regional
Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Polda Aceh Tangkap 2 Pembawa Gading Gajah di Pidie

Regional
Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Ketahuan Curi Motor, Seorang Residivis Ditelanjangi dan Ditandu Warga Saat Sembunyi di Sungai

Regional
Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Pemburu Badak Jawa di TNUK, Jual Cula Seharga Rp 525 Juta

Regional
Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Aksi Bejat 3 Pria Paksa Siswi SMP Hubungan Badan dengan Pacar dan Ikut Perkosa Korban

Regional
Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Bunuh 6 Badak Jawa di TNUK, Polda Banten Tangkap 1 Pemburu, 5 Buron

Regional
10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

Regional
Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Regional
Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Regional
Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Regional
Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com