PONTIANAK, KOMPAS.com – Sebuah bongkahan batu kecubung seukuran genggaman tangan orang dewasa dipegang erat Catur Setiawan (30) menggunakan tangan kiri.
Batu berwarna ungu tersebut kemudian dia angkat ke atas. Lehernya pun mendongak. Perlahan batu tersebut dia putar ke kiri, lalu ke kanan.
Menurut Catur, hal itu salah satu cara untuk melihat dan menentukan pola yang pas dari sebuah bongkahan batu sebelum dipotong-potong untuk dijadikan batu cincin.
“Penentuan pola yang pas akan berpengaruh besar pada harga jual dan tentunya mempermudah saat mengasah,” kata Catur, satu di antara pengasah batu kecubung asal Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Senin (19/4/2021).
Baca juga: Cerita Perajin Kujang Batu Akik Karawang, Laris setelah Beri Harga Unik hingga Tembus Mancanegara
Catur memang lahir dan tumbuh di keluarga yang menyenangi batu cincin, khususnya jenis kecubung.
Mulai dari ayah, paman, sampai saudara-saudaranya, boleh dibilang pengoleksi sekaligus pengasah batu.
“Saya mulai ngasah batu tahun 2012. Banyak melihat dan belajar dari paman saya, Om Dayat. Beliau sudah almarhum dua tahun yang lalu,” kenang Catur.
Saat itu, ingat Catur, pekerjaan mengasah batu cincin memang sudah bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Gila batu
Catur mengatakan, harga pasaran kecubung baru melonjak tahun 2014.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.