LAMONGAN, KOMPAS.com - Pengabdian dari Andik Santoso (33), guru honorer asal Desa Kedungkempul, Kecamatan Sukorame, Lamongan, dalam melaksanakan tugasnya menjadi staf pengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Juipurapah 2 Jombang, menyentuh hati.
Demi mengajar di sekolah yang cukup terpencil di Dusun Kedungdendeng, Desa Juipurapah, Kecamatan Plandaan, Jombang, Andik harus lebih dulu menyeberangi sungai hingga tiga kali, dengan medan jalanan berlumpur.
Andik menceritakan awal dirinya memutuskan untuk mengambil pekerjaan mengajar di sekolah tersebut.
"Saya lahir di Sukorame, Lamongan, tapi sejak kecil saya ikut nenek yang tinggal di Kedungdendeng. Baru menginjak SMP dan kemudian SMA, saya kembali ikut orangtua di Lamongan," kata Andik, ketika dihubungi, Kamis (15/4/2021) malam.
Baca juga: Dapat Rp 900 Juta dari Panen Porang, Petani Ini Beli Mobil dan Tanah
Ketika 2006, Andik yang baru lulus SMA merasa seperti 'terpanggil' agar meluangkan waktu dan tenaganya untuk mengajar di SDN Juipurapah 2 Jombang.
Dia merasa, sekolah tersebut membutuhkan tambahan tenaga pendidik, lantaran minimnya jumlah tenaga pengajar.
"Akhirnya saya menemui kepala sekolah, dan sangat dengan senang hati kepala sekolah menerima saya. Waktu itu gurunya cuma tiga orang, termasuk saya," ucap dia.
Andik mengatakan, setahu dirinya, tidak ada yang berkenan mengajar di SDN Juipurapah 2, lantaran terpencil dan jauh dari pusat kota.
Bahkan, desa ini berjarak sekitar 27 kilometer dari Kecamatan Plandaan, dengan 10 kilometer di antaranya merupakan medan berlumpur.
Namun, dikarenakan Andik merasa di desa itulah dirinya menghabiskan masa kecil, serta tidak kuasa melihat para siswa-siswi SDN Juipurapah 2 yang kekurangan guru, maka dirinya dengan senang hati menjadi salah seorang staf pendidik di sana.
Meski untuk itu, Andik harus rela melakoni perjalanan selama 1 jam hingga 1,5 jam menuju SDN Juipurapah 2 Jombang dari kediamannya yang berada di Lamongan.
"Apalagi, kalau masuk musim penghujan, jalannya tambah parah, butuh tenaga ekstra. Apalagi, di sana cari sinyal juga susah, sebab daerah pegunungan," kata Andik.
Namun, melihat para siswa-siswi yang membutuhkan sosok guru, Andik mengaku rela menjalankan tugasnya.
"Sebab, saya sendiri ingin anak-anak yang ada di sana, tetap mendapatkan ilmu dan tidak kalah dengan anak-anak yang ada di wilayah lain dalam hal pendidikan," tutur Andik.
Saat ini, selain Andik, ada pula tiga orang lain yang juga berstatus sebagai guru honorer mengajar di SDN Juipurapah 2, ditambah dua orang guru berstatus PNS. Jumlah siswa-siswi sebanyak 35 anak.
Lantaran baru lulus SMA pada 2006, Andik sembari mengajar juga membagi waktunya untuk melanjutkan kuliah.
Dia mengambil jurusan sastra di IKIP Budi Utomo Malang, dan mengaku lulus mendapatkan gelar S-1 usai menempuh pendidikan selama empat tahun.
Pasca lulus kuliah, Andik kembali penuh mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mengajar di SDN Juipurapah 2 Jombang.
Dengan status guru honorer, Andik mengaku mendapatkan upah sebesar Rp 500.000 per bulan.
"Sebelumnya Rp 350.000, tapi sekarang alhamdulillah sudah naik Rp 500.000. Barusan saja, belum lama. Bahkan, saat 2006 itu, saya sempat hanya mendapat Rp 100.000 per bulan," kata Andik.
Andik mengaku, dirinya harus berjuang mendapat penghasilan tambahan di luar gaji yang diterima, untuk membeli bahan bakar sepeda motor yang ditumpangi olehnya dari kediaman di Lamongan menuju SDN Juipurapah 2 Jombang.
"Terkadang ya cari kayu bakar di hutan yang saya lewati, dijual untuk beli bensin," kata Andik.
Beratnya medan perjalanan yang harus ditempuh, membuat Andik sempat berganti sepeda motor hingga sembilan kali.
Sebab, tidak jarang motor yang dikendarainya mengalami kendala, ketika harus melintasi sungai dan jalanan berlumpur.
Baik saat berangkat maupun pulang, Andik juga jarang memakai seragam layaknya seorang guru pada saat menempuh perjalanan.
Hal ini dikarenakan, medan jalanan yang tidak memungkinkan dan tidak menjamin pakaian yang dikenakan bakal tetap bersih jika digunakan.
"Saya sudah ganti motor sampai sembilan kali, semua saya preteli agar bisa dibuat menempuh perjalanan, seperti sepeda motor off road. Terakhir, yang sekarang ini sepeda motor (pabrikan) China, Happy," tutur Andik.
Andik juga menceritakan, dirinya pernah berjalan kaki untuk sampai di SDN Juipurapah 2 Jombang.
Sebab, ketika itu kondisi medan jalanan yang tidak memungkinkan untuk dilalui dengan sepeda motor.
Baca juga: Kiat Perajin Manik-manik di Jombang Bertahan Selama Pandemi Covid-19...
Ini biasanya dialami oleh Andik bila di daerah tersebut diguyur hujan lebat.
"Di jalan sekitar 10 kilometer yang tidak enak itu, sebab jalannya hanya tanah dan tidak ada bebatuan, jadi tidak bisa dilalui sepeda motor," kata Andik.
Andik mengatakan, dirinya sudah sempat empat kali mengikuti tes yang digelar oleh Pemkab setempat untuk menjadi guru tetap.
Namun, dari empat tes yang sudah dilakoni tersebut, tidak satupun yang berhasil dilalui dengan hasil maksimal.
Andik mengaku, dirinya juga sudah menempuh kuliah di Universitas Terbuka Jombang dengan mengambil jurusan Pendidikan Guru SD (PGSD), sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan.
Namun, tetap saja, hingga kini ia masih berstatus sebagai honorer.
"Sudah ikut empat kali tes yang digelar Pemkab Jombang, tapi belum rezeki, tidak ada yang lolos," tutur Andik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.