Terinspirasi dari uang Rp 75.000 edisi Kemerdekaan RI
Berdirinya Kampung Cerita di Desa Sei Bilal, Kabupaten Nunukan, tidak lepas dari kontroversi uang Rp 75.000 edisi kemerdekaan RI ke -75.
Saat ada anak Tidung mengenakan busana Sina Beranti dalam salah satu gambar, banyak yang menuding pakaian tersebut adalah baju orang China.
Anggapan tersebut diakui Herison menjadi pukulan tersendiri bagi suku Tidung.
Sejak itu, pemuda Tidung khususnya Nunukan, berupaya legih gencar mensosialisasikan adat istiadat Tidung.
"Padahal yang ada dalam gambar uang edisi kemerdekaan, adalah benar benar baju adat kami suku Tidung. Maka beban moral dan PR kami mengenalkan bahwa Tidung adalah salah satu suku di Indonesia," jelasnya.
Baca juga: Harcuncung, Sosok Transpuan yang Kenalkan Busana Tidung hingga Ada di Uang Kertas Rp 75.000
Melestarikan budaya Tidung juga menjadi sebuah kewajiban generasi tidung. Nasehat tersebut banyak terdapat dalam Bebilin Yadu Yaki (nasihat kakek nenek suku Tidung).
Hampir seluruh petuah serta pesan moral terdapat dalam gurindam atau syair lagu khas Tidung.
Termasuk kisah kepahlawanan, keyakinan dan pengabdian sekaligus wasiat untuk menjalani kehidupan.
"Kita mulai dari satu lokasi dulu, kami berharap generasi Tidung bangga dan menemukan jati diri mereka. Pegang teguh slogan Tidung ‘Impong De Lunas Insuai’, jangan terpecah belah dalam tujuan yang sama," kata Herison lagi.
Suku Tidung kaya akan cerita nusantara, ada Aki Betawol, Guru Panyet, Aki Amus, Aki Telukan, sampai I Benayuk yang mengisahkan tenggelamnya muara Menjelutung.
Suku Tidung juga terkenal sebagai suku yang anti Belanda. Banyak kisah kepahlawanan yang bisa dibedah yang tidak kalah dengan kisah perjuangan para pahlawan revolusi.
"Nanti akan ada waktunya kami memperlombakan cerita tokoh tokoh Tidung menggunakan bahasa adat oleh anak anak Tidung. Bahasa ibu tidak boleh hilang, itu yang kami jaga," tambahnya.
Baca juga: Sempat Dikira Orang China di Uang Rp 75.000, Ini Sosok Izzam, Bocah yang Pakai Baju Adat Tidung
Saat ini, Herison dan para pemuda Tidung tengah mengumpulkan tokoh-tokoh adat dan para tetua yang masih hidup.
Mereka perlahan merangkai kembali kisah sejarah Nunukan yang bahkan hingga kini belum tercatat dalam sebuah bukupun di perpustakaan.
Penelusuran sejarah memanfaatkan jaringan para ketua adat.
Banyak kota yang akan mereka datangi demi menelusuri sejarah asli Tidung.
Kota Tarakan, Malinau, Bulungan sampai Malaysia dan Brunei akan mereka datangi demi berjumpa dengan para tokoh Tidung.
"Sampai hari ini Kabupaten Nunukan belum ada sejarahnya dibukukan. Malah sejarah tua Tidung di Sembakung terbiar. Kita sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui Perpustakaan dan arsip. Kami juga sudah mengusulkan materi bahasa dan budaya Tidung sebagai muatan kurikulum lokal," kata Herison.