NUNUKAN, KOMPAS.com – Melupakan bahasa ibu, menjadi pantangan terbesar bagi suku Tidung yang merupakan penduduk asli Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Generasi Tidung saat ini, larut dalam perkembangan teknologi. Cerita keberanian dan perjuangan nenek moyang suku Tidung, menjadi asing terdengar.
Tidak ada lagi bahasa daerah terdengar dalam keseharian anak-anak Tidung.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan punahnya budaya, adat istiadat dan juga khazanah suku yang mendiami perbatasan RI – Malaysia ini.
"Kita buat Kampung Cerita. Kami sangat berharap Kampung Cerita mengembalikan ajaran dan warisan budaya nenek moyang kami suku Tidung," ujar ketua Pergerakan Pemuda Mahasiswa Rumpun Tidung (Gada Maruti) Nunukan, Herison, Selasa (30/3/2021).
Baca juga: Sejarah Suku Tidung, Kerabat Suku Dayak
Di Kampung Cerita, anak anak suku Tidung akan mendapat wawasan dan pengetahuan tentang sejarah asal muasal Tidung.
Mendapat ibrah dari legenda, budaya, seni, sampai gurindam atau syair kepahlawanan dan pesan moral dari leluhur Tidung.
Herison mengaku hal tersebut tidaklah mudah dan butuh waktu tak sebentar.
Mengembalikan nutfah Tidung dalam keseharian anak anak yang selama ini akrab dengan gawai, menjadi beban moral bukan hanya pemuda Tidung, tapi untuk semua masyarakat Indonesia.
"Kita kemas ajakan menarik bagi anak anak Tidung. Kami pancing dengan tarian khas Tidung, kita kenalkan busana busana Tidung, sampai senjata pusaka yang memiliki sejarah langka. Anak anak akan langsung mendekat dan berkerumun untuk mendengar cerita kami," kata Herison.
Keberadaan kampung cerita di masa pandemi Covid-19, bukan hanya sebagai upaya dalam mengenalkan generasi Tidung dengan asal usul mereka.
Namun, juga sebagai upaya menjauhkan ketergantungan anak-anak dari gawai.
Baca juga: Cerita di Balik Foto Pakaian Suku Tidung di Uang Pecahan Baru, Pernah Dipakai Menteri Sri Mulyani
Sejak sekolah tutup di masa pandemi, anak-anak sekolah lebih banyak menghabiskan waktu memegang ponsel.
Hal tersebut dikatakan Herison, membuat anak-anak malas karena kecanduan gawai.
"Istilahnya, sekali tepuk dua pulau terlampaui. Perlahan kita kenalkan kembali siapa mereka sebenarnya, dan kedua menjauhkan kecanduan anak-anak terhadap HP," imbuhnya.
Berdirinya Kampung Cerita di Desa Sei Bilal, Kabupaten Nunukan, tidak lepas dari kontroversi uang Rp 75.000 edisi kemerdekaan RI ke -75.
Saat ada anak Tidung mengenakan busana Sina Beranti dalam salah satu gambar, banyak yang menuding pakaian tersebut adalah baju orang China.
Anggapan tersebut diakui Herison menjadi pukulan tersendiri bagi suku Tidung.
Sejak itu, pemuda Tidung khususnya Nunukan, berupaya legih gencar mensosialisasikan adat istiadat Tidung.
"Padahal yang ada dalam gambar uang edisi kemerdekaan, adalah benar benar baju adat kami suku Tidung. Maka beban moral dan PR kami mengenalkan bahwa Tidung adalah salah satu suku di Indonesia," jelasnya.
Baca juga: Harcuncung, Sosok Transpuan yang Kenalkan Busana Tidung hingga Ada di Uang Kertas Rp 75.000
Melestarikan budaya Tidung juga menjadi sebuah kewajiban generasi tidung. Nasehat tersebut banyak terdapat dalam Bebilin Yadu Yaki (nasihat kakek nenek suku Tidung).
Hampir seluruh petuah serta pesan moral terdapat dalam gurindam atau syair lagu khas Tidung.
Termasuk kisah kepahlawanan, keyakinan dan pengabdian sekaligus wasiat untuk menjalani kehidupan.
"Kita mulai dari satu lokasi dulu, kami berharap generasi Tidung bangga dan menemukan jati diri mereka. Pegang teguh slogan Tidung ‘Impong De Lunas Insuai’, jangan terpecah belah dalam tujuan yang sama," kata Herison lagi.
Suku Tidung kaya akan cerita nusantara, ada Aki Betawol, Guru Panyet, Aki Amus, Aki Telukan, sampai I Benayuk yang mengisahkan tenggelamnya muara Menjelutung.
Suku Tidung juga terkenal sebagai suku yang anti Belanda. Banyak kisah kepahlawanan yang bisa dibedah yang tidak kalah dengan kisah perjuangan para pahlawan revolusi.
"Nanti akan ada waktunya kami memperlombakan cerita tokoh tokoh Tidung menggunakan bahasa adat oleh anak anak Tidung. Bahasa ibu tidak boleh hilang, itu yang kami jaga," tambahnya.
Baca juga: Sempat Dikira Orang China di Uang Rp 75.000, Ini Sosok Izzam, Bocah yang Pakai Baju Adat Tidung
Saat ini, Herison dan para pemuda Tidung tengah mengumpulkan tokoh-tokoh adat dan para tetua yang masih hidup.
Mereka perlahan merangkai kembali kisah sejarah Nunukan yang bahkan hingga kini belum tercatat dalam sebuah bukupun di perpustakaan.
Penelusuran sejarah memanfaatkan jaringan para ketua adat.
Banyak kota yang akan mereka datangi demi menelusuri sejarah asli Tidung.
Kota Tarakan, Malinau, Bulungan sampai Malaysia dan Brunei akan mereka datangi demi berjumpa dengan para tokoh Tidung.
"Sampai hari ini Kabupaten Nunukan belum ada sejarahnya dibukukan. Malah sejarah tua Tidung di Sembakung terbiar. Kita sudah bekerja sama dengan pemerintah daerah melalui Perpustakaan dan arsip. Kami juga sudah mengusulkan materi bahasa dan budaya Tidung sebagai muatan kurikulum lokal," kata Herison.
Bupati Nunukan menjadi Bunda Baca di Kampung Cerita
Aksi pemuda Tidung ini mendapat apresiasi Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid.
Ia berharap keberadaan Kampung Cerita bisa membangkitkan budaya bercerita dan bertutur di tengah masyarakat yang saat ini semakin ditinggalkan.
Untuk mendukung Kampung Cerita, Laura berpartisipasi dengan menjadi Bunda Baca untuk anak anak Tidung.
"Dahulu para orang tua kita selalu menyelipkan nasehat atau pesan moral saat bercerita kepada anak anaknya sebelum tidur. Budaya ini hampir dilakukan semua suku, sehingga tidak mengherankan begitu banyak cerita yang berkembang di tanah air," ujarnya.
Baca juga: BI: Itu Baju Adat Suku Tidung, Coba Carilah di Google...
Laura mengakui, budaya indah tersebut kini semakin ditinggalkan, kian luntur ditelan perkembangan teknologi.
Saat ini, sebagian besar masyarakat mempercayakan pendidikan anaknya kepada smartphone.
Orangtua lebih banyak yang disibukkan dengan media sosial, sementara anak anak mereka lebih senang bermain game online. Buku buku cerita dan sejarahpun tidak lagi tersentuh.
"Saya yakin anak anak kita sekarang lebih mengenal hero-hero dalam game Mobile Legend ketimbang tokoh utama Malin Kundang atau Lutung Kasarung," imbuhnya.
Baca juga: Miris, 5 Guru Honorer di Nunukan Hanya Digaji Rp 32.500 Per Bulan
Kondisi tersebut haruslah menjadi keprihatinan semua pihak. Kalau terus dibiarkan, bukan tidak mungkin generasi penerus tidak lagi mengenali budayanya sendiri.
"Saya mengapresiasi terobosan untuk membuat Kampung Cerita. Mudah mudahan setahap demi setahap bisa membangkitkan budaya bercerita di tengah masyarakat," kata Laura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.