“Artinya ya nguri-nguri (melestarikan) budaya leluhur saja. Harapan ke depan supaya warga itu sehat, murah rezeki, enggak ada halangan apa-apa,” sebut dia.
Dulunya Candi Lor merupakan tempat pemujaan umat Hindu.
Namun kini sudah tak ada lagi warga setempat yang menganut agama Hindu, mayoritas beragama Islam. Kendati demikian, warga setempat tetap melestarikan budaya leluhur.
“Ini sedekah bumi atau tolak bala saja. Adapun kemenyan dan lain-lain itu bagian dari tradisi yang harus kita lestarikan untuk nguri-nguri leluhur kita, asal-muasal kita seperti itu,” ujar Kades Candirejo, Ronny Giat Brahmanto.
“Dan kita jangan memaknai hal-hal yang bersifat tidak baik. Itu (tradisi sedekah bumi) adalah sesuatu yang baik dan bisa kita lestarikan,” lanjut dia.
Candi Lor didirikan Mpu Sindok pada tahun 937 masehi. Raja bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa itu merupakan raja pertama Kerajaan Medang atau Mataram Hindu pada periode Jawa Timur.
Mpu Sindok memerintah tahun 929 hingga 947 masehi.
Baca juga: Soal Impor Beras dan Garam, Wabup Nganjuk Minta Mendag Lebih Dulu Berdialog
Bangunan kuno terbuat dari bata merah tersebut bernama lain jayastamba (tugu kemenangan).
Awal mula dibangunnya Candi Lor memang tak lain untuk memperingati kemenangan Mpu Sindok dalam melawan tentara Melayu.
“Candi Lor atau Candi Boto ini adalah tugu kemenangan,” ujar Ronny.
Kini, bangunan Candi Lor sudah banyak yang rusak berat. Di atas candi tumbuh pohon kepuh besar yang diyakini warga telah berusia ratusan tahun.
Akar pohon kepuh tersebut menjalar dan mencengkram bagian selatan badan candi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.